Sejarah Kerajaan Kutai : Sistem Pemerintahan, Perkembangan, Masa Kejayaan

6 min read

Masa Kejayaan, Perkembangan Sistem Pemerintahan Raja, Sejarah Kerajaan Kutai

Masa Kejayaan, Perkembangan Sistem Pemerintahan Raja, Sejarah Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai. Kerajaan Kutai ialah kerajaan bercorak hindu pertama di indonesia, tepatnya pada abad ke-4 masehi atau 400 M. Hal ini bisa diucapkan karena ditemukannya Prasasti Yupa pada tahun 1879 oleh para penemu sejarah. Huruf-huruf yang berada di ketujuh prasasti tersebut sejenis dengan yang ada di india pada abad ke-4.

Kutai Martadipura ialah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini berlokasi di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai dikasih oleh para ahli mengambil dari nama daerah ditemukannya prasasti yang menunjukkan keberadaan kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara terang menceritakan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit kabar yang bisa diperoleh.

Awal berdirinya kerajaan kutai

Berdirinya Kerajaan Kutai
Namun kabar yang diperoleh dari Prasasti Yupa, Kudungga ialah raja pertama yang mendirikan Kerajaan Kutai. Kudungga ialah seorang pembesar Kerajaan Campa di Kamboja. Pada awalnya Kerajaan Kutai menganut kepercayaan animisme.
Namun putra Kudungga, ialah Aswawarman memeluk agama hindu disaat dia telah naik tahta untuk menggantikan ayahnya. Itulah akhirnya Asmawarman dikasih gelar Wangsakerta yang berarti pembentuk keluarga. Raja Kudungga tidak dikasih gelar tersebut karena dia belum beragama hindu.

Letak Kerajaan Kutai berada di hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur yang ialah Kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Ditemukannya tujuh buah batu tulis yang disebut Yupa yang mana ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta tersebut diperkirakan berasal dari tahun 400 M (abad ke-5). Prasasti Yupa tersebut ialah prasasti tertua yang menyatakan telah beridirinya suatu Kerajaan Hindu tertua ialah Kerajaan Kutai.

Tidak banyak kabar mengenai Kerajaan Kutai. Cuma 7 buah prasasti Yupa terseubt lah sumbernya. Pengaplikasian nama Kerajaan Kutai sendiri diatur oleh para ahli sejarah dengan mengambil nama dari daerah ditemukannya prasasti Yupa tersebut. Yupa ialah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang diwujudkan oleh para Brahmana atas kedermawanan Raja Mulawarman. Dituliskan bahwa Raja Mulawarman ialah raja yang bagus dan kuat yang ialah si kecil dari Aswawarman dan ialah cucu dari Raja Kudungga, telah memberikan 20.000 ekor sapi terhadap para Brahmana.

Dari prasati tersebut diperoleh bawah Kerajaan Kutai pertama kali didirikan oleh Kudungga kemudian dilanjutkan oleh anaknya Aswawarman dan menempuh puncak kejayaan pada masa Mulawarman (Hati Aswawarman). Menurut para ahli sejarah nama Kudungga ialah nama asli pribumi yang belum tepengaruh oleh kebudayaan Hindu. Namun anaknya, Aswawarman diduga telah memeluk agama Hindu atas dasar kata \\’warman\\’ pada namnya yang ialah kata yang berasal dari bahasa Sanskerta.

Puncak Kejayaan kerajaan kutai

Menurut prasasti Yupa, puncak kejayaan Kerajan Kutai berada pada masa kepemerintahan Raja Mulawarman. Pada masa pemerintahan Mulawarman, kekuasaan Kerajaan Kutai hampir mencakup semua kawasan Kalimantan Timur. Rakyat Kerajaan Kutai malah hidup sejahtera dan makmur.

Sejak Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai berakhir ketika masa pemerintahan Maharaja Dharma Setia (Raja ke-21) tewas di medan perang melawan Raja Kutai Kartanegara ke-13, ialah Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Kerjaan Kutai dan Kerajaan Kutai Kartanegara ialah dua kerajaan yang berbeda. Kutai Kartanegara memiliki ibukota di Tanjung Kute, dan disebutkan juga ke dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara inipun selanjutnya menjadi kerajaan Islam ialah, Kesultanan Kutai Kartanegara. Menurut menajadi kerajaan Islam, nama pemimpin yang semulanya Raja berubah menjadi Sultan.

Keruntuhan kerajaan kutai

Keruntuhan kerajaan Kutai disebabkan karena kekalahan kerajaan kutai yang dipimpin oleh Maharaja Dharma Setia ketika melawan kerajaan kutai kertanegara. Pada peristiwa tersebut, sang raja tewas ketika melawan kerajaan kutai kertanegara yang dipimpin oleh Aji Pangeran Sinum Panji.

Kerajaan Kutai dan Kerajaan Kutai Kartanegara ialah dua buah kerajaan yang berbeda. Kerajaan Kutai Kartanegara berdiri pada abad ke-13 di Kutai Lama. Terdapatnya dua kerajaan yang berada di sungai Mahakam tersebut menimbulkan gesekan diantara keduanya. Pada abad ke-16 terjadi peperangan diantara kedua Kerajaan tersebut.

Kehidupan Masyarakat pada masa kerajaan kutai

a. Bidang ekonomi
Kerajaan Kutai berlokasi di aliran Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Letaknya yang strategis membuat kehidupan ekonomi kerajaan Kutai didorong oleh perdagangan dan pelayaran di sepanjang sungai Mahakam.

b. Bidang sosial
Pada bidang sosial, masyarakat kutai telah terpengaruh oleh kultur-kultur India, hal ini dijelaskan dengan ditemukannya prasasti berbentuk Yupa. Padahal demikian, sebagian besar rakyat Kutai masih berpegang terhadap kepercayaan warisan leluhurnya. Faktor-faktor kultur India yang masuk tersebut disesuaikan dengan kultur bangsa Indonesia sendiri.

c. Bidang kultur
Prasasti berbentuk Yuoa ialah ciri khas peninggalan kebudayaan Kerajaan Kutai. Pengaplikasian huruf Pallawa menunjukkan adanya pengaruh India Selatan dalam penulisan pada prasasti berbentuk Yupa tersebut.

Yupa ialah bentuk kelanjutan dari kebudayaan asli nenek moyang bangsa Indonesia zaman Megalitikum. Yupa ialah perkembangan dari bentuk menhir yang berfungsi sebagai daerah untuk memuja roh nenek moyang. Yupa diperkirakan sebagai daerah untuk mengikat korban yang akan dipersembahkan terhadap para dewa.

Raja-raja Kerajaan Kutai :

Sejak pertama didirikan, kerajaan Kutai memiliki banyak raja yang telah memimpinnya. Berikut ialah raja-raja kerajaan kutai :
Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)
Maharaja Asmawarman (si kecil Kundungga)
Maharaja Mulawarman (si kecil Aswawarman)
Maharaja Marawijaya Warman
Maharaja Gajayana Warman
Maharaja Tungga Warman
Maharaja Jayanaga Warman
Maharaja Nalasinga Warman
Maharaja Nala Parana Tungga Warman
Maharaja Gadingga Warman Dewa
Maharaja Indera Warman Dewa
Maharaja Sangga Warman Dewa
Maharaja Candrawarman
Maharaja Sri Langka Dewa Warman
Maharaja Guna Parana Dewa Warman
Maharaja Wijaya Warman
Maharaja Sri Aji Dewa Warman
Maharaja Mulia Putera Warman
Maharaja Nala Pandita Warman
Maharaja Indera Paruta Dewa Warman
Maharaja Dharma Setia Warman

Peninggalan sejarah kerajaan kutai :

Kerajaan kutai memiliki banyak peninggalan sejarah, berikut peninggalan sejarah kerajaan kutai :
Tujuh yupa yang diketemukan sekitar Muara Kaman pada 1879 dan 1940.
Kalung Cina erbuat dari emas.
Arca bulus.
Arca Buddha dari perunggu.
Arca batu.
Wilayah ialah kabar mengenai kerajaan kutai yang bisa saya berikan. Semoga kabar ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Terimakasih.

Prasasti Yupa ialah salah satu peninggalan dari Kerajaan Kutai yang diwujudkan oleh kaum brahmana sebagai kebanggaan terhadap kebaikan sang Maharaja Mulawarman. Menurut singkat cerita ialah pemimpin dari masa kejayaan Kerajaan Kutai, setelah sebelumnya dipimpin oleh ayahnya Raja Aswawarman dan sang pendiri kerajaan, kakeknya Raja Kudungga. Ada tujuh buah prasasti yupa, yang masing-masing menjelaskan silsilah Kerajaan Kutai.

Kerajaan kutai berlokasi di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam. Namun Kerajaan Kutai cukup luas, hampir mencakup semua kawasan Kalimantan Timur. Kutai sendiri ialah nama yang dikasih oleh para ahli, karena tidak ada kabar yang terang mengenai nama asli kerajaan ini.

Asal – usul masuknya agama Hindu

Raja Aswawarman ialah Raja pertama yang menganut agama Hindu. Pada ketika itu di Kalimantan ada Brahmana yang berharap menyebarkan ajaran Hindu ke Indonesia, lalu Brahmana ini di angkat menjadi Parohita (penasihat Raja) sekaligus pemimpin upacara-upaca kerajaan oleh Raja Kudungga karena diandalkan memiliki kesaktiaan.
Namun ketika itu ajaran Hindu yang dibawa oleh Brahmana hanya bisa di pelajari dan di mengerti oleh kelompok kerajaan dan kelompok tertentu, karena ajaran yang dibawa para Brahmana sangat tinggi.

Surya pada akhirnya ajaran Hindu telah memberi pengaruh kerajan Kutai pada masa pemerintahan Raja Aswawarman sampai terus di turunkan sampai ke putranya ialah Raja Mulawarman yang dikenal sebagai penganut Hindu-Syiwa yang taat.
Kian gelar Wangsakerta dan Dewa Ansuman:
Raja Aswawarman ialah pendiri dinasti Kerajaan Kutai, sehingga mendapat gelar Wangsakerta yang artinya sebagai pembentuk keluarga raja. Pemberiaan gelar ini juga disebutkan pada stupa, kecuali itu stupa itu juga menjelaskan bahwa Raja Aswawarman mendapat sebutan sebagai Dewa Ansuman (Dewa Tenar).

Maharaja Mulawarman
Raja Mulawarman ialah Raja ketiga, setelah ayahnya di Kerajaan Kutai. Kerajaan kutai menempuh puncak kejayaannya semenjak masa pemerintahan raja yang memiliki nama komplit Mulawarman Nala Dewa dan dikenal sebagai raja yang tersohor pada abad ke 4 Masehi.
Berikut ini jasa-jasa Maharaja Mulawarman :
Kecuali luasnya kawasan kerajaan Kutai
Raja Mulawarman sukses menempuh puncak kejayaan Kutai sampai terus menerus memperluas areanya, sampai merajai Kalimantan komponen Timur. Hampir semua daerah di Kalimantan sukses pula di taklukan. Dengan semakin luasnya kawasan kerjaan Kutai, nama Raja Mulawarman semakin tersohor.
Kehidupan rakyat makmur dan tenteram
Kehidupan rakyat pada masa pemerintahan Raja Mulawarman sangat makmur, tenteram dan terjamin sehingga semua rakyat bisa melangsungkan kehidupannya dengan lebih bagus. Keamanan juga terjamin pada waktu itu, sehingga semua rakyat berbangga dengan Raja Mulawarman.
Indera sebagai raja yang dermawan
Sejarah menceritakan bahwa pada suatu hari Raja Mulawarman memberikan sekitar 20.000 ekor sapi terhadap para Brahmana di dalam tanah yang suci yang dikenal dengan nama Waprakeswara, sebagai bentuk terimakasih dan peringatan acara kurban. Raja Mulawarman familiar sebagai raja besar yang mulia.
Banyak bangunan suci
Pada masa pemerintahan Raja Mulawarman banyak di dirikan bangunan suci untuk ibadah, seperti bangunan suci untuk menyembah Dewa Trimurti. Trinurti ialah tiga bentuk daya Brahman dalam menjadikan, memelihara dan meleburkan alam.
Dewa Trimurti ialah tiga dewa tertinggi di agama Hindu. Ketiga nama dewa tertinggi tersebut ialah:
Dewa Brahma yang fungsinya sebagai Pencipta,
Dewa Wisnu yang fungsinya sebagai Pemelihara
Dewa Siwa yang fungsinya sebagai Pelebur
Ambruknya ketiga dewa tertinggi, agama Hindu juga meyakini keberadaan dewa lainnya antara lain: Dewa Chandra (Dewa Bulan), Dewa Ganesha (Dewa kebijaksanaan), Dewa Indera (Dewa hujan dan perang), Dewa Kuwera (Dewa kekayaan), Dewi Laksmi (Dewi kemakmuran dan kesuburan), Dewa Maruta (Dewa petir), Dewi Saraswati (Dewi pengetahuan), Dewi Sri (Dewi pangan), Dewa Setelah (Dewa sang surya), Dewa Waruna (Dewa air,laut,samudra), Dewa Bayu (Dewa angin), Dewa Yama (Dewa maut), Dewa akhirat(hakim yang mengadili roh) dan Dewa Kartikeya (Dewa pembunuh iblis) dan masih banyak dewa-dewa lainnya.

Sejarah Kerajaan Kutai

Prasasti Kerajaan Kutai

Berikut ini sebagian peninggalan prasasti sejarah dari kerajaan Kutai :

Prasasti Yupa
Prasasti yupa ialah peninggalan sejarah dari kerajaan Kutai yang tertua. Dari prastasi inilah terdapat sumber sejarah seputar kerajaan Hindu yang terdapat di Muara Kaman, di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan.
Secara garis besar isi prastasi Yupa menceritakan seputar aspek kehidupan politik, sosial, kultur di kerajaan Kutai ketika itu. Prastasti yupa diyakini menggunakan bahasa sansekerta dan huruf pallawa yang berasal dari India.

Ketopong Sultan
Ketopong ialah mahkota yang diterapkan oleh Sultan di kerajaan Kutai yang terbuat dari emas dilengkap dengan hiasan batu-batu permata, motif bungan, kijang dan burung. Ketopong sultan ini memiliki berat emas sekitar 2kg.
Ketopong Sultan di dapatkan di Muara Kamai, Kutai Kartanegara pada tahun 1890.Kita bisa mengamati replika atau tiruan dari ketopong sultan ini di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, masih diabadikan sampai ketika ini sebagai sumber sejarah yang langka.

Kalung Ciwa
Kalung ciwa ialah benda sejarah yang ditemukan ketika masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Kalung ciwa diukur unik dan sangat mahal, karena terbuat dari emas. Kalung ciwa pada awalnya ditemukan oleh seorang penduduk di sekitar Danau Lipan Muara Kaman pada tahun 1890, lalu diserahkan terhadap Sultan.
Sejak ketika itu kalung ciwa diterapkan sebagai perhiasan kerajaan Kutai dan juga diterapkan tiap-tiap ada pesta penobatan sultan baru.

Kura-kura emas
Kura-kura emas yang berukuran sekepalan tangan ini ditemukan di Long Lalang, daerah yang berada di sekitar hulu Sungai Mahakam. Dari sumber sejarah dikenal kabar, bahwa kura-kura emas ini ialah persembahan atau lamaran dari seorang pangeran di Cina untuk Putri Raja Kutai, Aji Bidara Putih.
Benda bersejarah yang menjadi saksi permulaan pernikahan putri raja kutai ini masih tersimpan di Museum Mulawarman dalam bentuk replika atau tiruannya.

Pedang sultan kutai
Pedang ini memiliki ukiran yang unik, terdapat gambar harimau di gagang pedang dan gambar buaya di ujung pedangnya. Seperti melambangkan, kegagahan dan keberanian sultan kutai. Pedang sultan kutai acap kali mengantar sultan dalam perperangan dan juga ialah pedang kesayangan sultan.

Surya ketika ini benda sejarahnya ini masih tersimpan di Museum Nasional Jakarta dalam bentuk replika atau tiruannya yang masih diabadikan sebagai sumber sejarah.
Keris Bukit Kang
Keris Bukit Kang ialah keris yang diterapkan oleh istri raja ialah Permaisuri Aji Putri Karang Melenu, permaisuri dari Raja Kutai Kartanegara yang pertama. Namun sejarah, permaisuri ini ialah bayi yang ditemukan dalam sebuah gong yang terhanyut di atas bambu.

Di dalam gong yang ditemukan tersebut terdapat bayi perempuan, telur ayam dan sebuah kering. Kering inilah diyakini oleh kebanyakan orang sebagai Keris Bukit Kang.

Singgasana Sultan
Singgasana Sultan ialah benda sejarah yang masih terjaga sampai ketika ini dan diletakkan di Museum Mulawarman. Singgasana yang dilengkapi dengan payung serta umbul-umbul ini diterapkan oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman serta raja-raja sebelumnya di kerajaan Kutai.

Baca Juga : Sejarah Budi Utomo : Perkembangan, Tujuan, Kongres, Sifat Dan Peran

Di Museum Mulawarman, singgasana sultan ini disusun dan di modifikasi ulang dalam bentuk replika atau tiruan yang masih konsisten di abadikan.