Sejarah Maung Bodas Siliwangi Dan Kian Santang

3 min read

Maung Bodas

Sejarah Ajian Maung Bodas Prabu Siliwangi Dan Kian Santang

Mengobrol seputar salah satu Raja Pajajaran Sang Prabu Siliwangi, memang tak jarang membikin takjub segenap pendengar ataupun pembacanya para penganggum Maung Bodas. Bagaimana tidak, sang prabu yang dikenal sakti mandraguna juga bijaksana dan bijaksana ini, ternyata juga memiliki banyak pasukan tidak cuma dari kaum manusia, melainkan juga dari bangsa ghoib.

Seperti dikenal, Pajajaran ialah kerajaan hindu terbesar di Jawa Barat. Tidak begitu jelas siapa pendiri dan kapan berdirinya. Tetapi letaknya dikenal di Bogor kini. Raja-raja yang pernah berkuasa diantaranya, ialah: Prabu Lingga Raja Kencana, Prabu Wastu Kencana, dan Prabu Siliwangi sang pengguna Maung Bodas.

Di antara raja-raja hal yang demikian yang paling termashyur ialah Prabu Siliwangi. Raja yang tenar sangat bijaksana ini beristrikan putri bernama Dewi Kumalawangi. Dari rahim istrinya ini lahirlah tiga orang putra yang memiliki Ajian Maung Bodas, ialah: Raden Walangsungsang, Dewi Rarasantang dan Raden Kiansantang.

Raden Kiansantang lahir di Pajajaran tahun 1315. Dia ialah seorang pemuda yang sangat mampu menguasai Maung Bodas . Tidaklah heran jikalau pada usianya yang masih muda Kiansantang diangkat menjadi Dalem Bogor kedua. Konon, raden Kiansantang juga sakti mandraguna. Tubuhnya kebal, tidak bisa dilukai senjata macam apa saja. Auranya memancarkan wibawa seorang berjiwa besar, dan sorot matanya menggetarkan hati lawan.

Diriwayatkan, prabu Kiansantang sudah menjelajahi segala tanah Pasundan. Tetapi, seumur hidupnya dia belum pernah bersua dengan orang yang mampu melukai tubuhnya. Sedangkan dia ingin sekali memperhatikan darahnya sendiri. Maka pada suatu hari, dia memohon terhadap ayahnya supaya dicarikan lawan yang hebat.

Baca juga: Asal Usul Nyi Roro Kidul

Untuk memenuhi permintaan putranya, Prabu Siliwangi mengumpulkan para spesialis nujum. Dia minta bantuan pada mereka untuk menampilkan siapa dan dimana orang sakti yang mampu menumbangkan putranya sanga pemilik Maung Bodas terkuat.

Kemudian datang seorang kakek yang bisa menampilkan orang yang selama ini dicari. Menurut kakek hal yang demikian, orang gagah yang bisa menumbangkan Raden Kiansantang ada di tanah suci Mekkah, namanya Sayidina Ali.

“Saya ingin bersua dengannya.” Tukas Raden Kiansantang.
“Untuk bisa bersua dengannya, ada prasyarat yang wajib raden penuhi,” ujar si kakek.

Syarat-prasyarat hal yang demikian ialah:
Mesti bersemedi dahulu di ujung kulon, atau ujung barat Pasundan
Mesti berganti nama menjadi Galantrang Setra

Dua prasyarat yang disebutkan tidak menjadi penghalang. Dengan seketika Raden Kiansantang menerapkan nama Galantrang Setra. Setelah itu dia seketika pergi ke ujung kulon Pasundan untuk bersemedi.

Pergi Ke Mekkah
Tidak ditunjukkan dengan apa Galantrang Setra pergi ke Mekkah. Ketahui pasti sesampainya di Arab beliau seketika mencari Sayidina Ali.

“Anda ketahui dengan Sayidina Ali?” Tanya Kiansantang pada seorang lelaki tegap yang kebetulan berpapasan dengannya.

“Apabila sekali,” jawabnya.

“Dapat begitu bisakah kau antar aku kesana?”

“Tetapi, asal kau ingin mengambilkan tongkatku itu.”

Demi untuk bersua dengan Ali, Kiansantang berdasarkan untuk mengambil tongkat ya tertancap di pasir dengan kekuatan Maung Bodas. Tetapi betapa terkejutnya dia dikala mencoba mencabut tongkat itu dia tidak sukses, bahkan padahal dia mengerahkan segala kesaktiannya dan pori-porinya keluar keringat darah.

Tidak mengenal Kiansantang tidak mampu mencabut tongkatnya, karenanya pria itu bahkan menghampiri tongkatnya sambil membaca Bismillah tongkat itu dengan gampang bisa dicabut.

Kiansantang keheranan memperhatikan orang itu dengan mudahnya mencabut tongkat hal yang demikian sedang dia sendiri tidak mampu mencabutnya.

“Mantra apa yang kau baca tadi sampai kau begitu gampang mencabut tongkat itu? Bisakah kau mengajarkan mantra itu kepadaku?”

“Tidak Tetapi, sebab kau bukan orang islam.”

Itu dia terbengong dengan jawaban pria itu, seorang yang kebetulan berada di depan mereka menyapa; “Assalamu’alaikum Sayidina Ali.”

Mendengar sapaan itulah kini dia tahu bahwa Sayidina Ali yang dia cari ialah orang yang sedari tadi bersamanya. Tidak menyadari ini karenanya kemauan Kiansantang untuk mengadu kesaktian musnah seketika. “Bagaimana mungkin aku mampu menumbangkannya sedang mengangkat tongkatnya bahkan aku tidak mampu,” pikirnya.

Singkat cerita kesudahannya Kiansantang masuk agama islam. Dan sesudah sebagian bulan belajar agama islam dia berniat untuk kembali ke Pajajaran guna membujuk ayahnya untuk juga ikut serta memeluk agama islam.

Usaha Kiansantang Mengislamkan Ayahnya

Dia di Pajajaran, dia seketika menghadap ayahandanya. Dia ceritakan pengalamannya di tanah Mekkah dari mulai bersua Sayidina Ali sampai masuk islam. Tetapi itu dia ingin ayahandanya masuk islam juga. Tetapi sayangnya ajakan Kiansantang ini tidak bersambut dan ayahandanya bersikeras untuk konsisten memeluk agama Hindu yang semenjak lahir dianutnya.

Setelah kecewanya Kiansantang begitu mendengar jawaban ayahandanya yang menolak meniru ajakannya. Untuk itu dia menetapkan kembali ke Mekkah demi memperdalam agama islamnya dengan satu kemauan seiring makin pintarnya dia berdakwah mungkin ayahnya akan terbujuk masuk islam juga.

Setelah 7 tahun bermukin di Mekkah, Kiansantang bahkan kembali lagi ke Pajajaran untuk mencoba mengislamkan ayahandanya. Mendengar Kiansantang kembali Prabu Siliwangi yang konsisten pada pendiriannya untuk konsisten memeluk agama Hindu itu tentu saja merasa gusar. Maka dari itu, dikala Kiansantang sedang dalam perjalanan menuju istana, dengan kesaktiannya prabu Siliwangi menyulap keraton Pajajaran menjadi hutan rimba.

Bukan main kagetnya Kiansantang sesudah sampai di kawasan keraton pajajaran tidak mendapati keraton itu dan yang nampak bahkan hutan belantara, padahal dia yakin dan tidak mungkin keliru, disanalah keraton Pajajaran berdiri.

Dan kesudahannya sesudah mencari kesana kemari dia menemukan ayahandanya dan para pengawalnya keluar dari hutan.

Dengan segala hormat, dia bertanya pada ayahandanya, “Sedangkan ayahanda, kenapa ayahanda tinggal di hutan? Sedangkan ayahanda seorang raja Maung Bodas. Apakah cocok seorang raja Maung Bodas tinggal di hutan? Lebih bagus kita kembali ke keraton. Ananda ingin ayahanda memeluk agama islam.”

Prabu Siliwangi tidak menjawab pertanyaan putranya, bahkan dia balik bertanya, “Sedangkan ananda, seketika apa yang cocok tinggal di hutan?”

“Ketahui cocok tinggal di hutan ialah harimau Maung Bodas.” Jawab Kiansantang.

Konon, tiba-tiba prabu Siliwangi beserta pengikutnya berubah wujud menjadi harimau Maung Bodas. Kiansantang menyesali dirinya sudah menyuarakan kata harimau sampai ayahanda dan pengikutnya berubah wujud menjadi harimau.

Maka dari itu, padahal sudah berubah menjadi harimau Maung Bodas, melainkan Kiansantang masih saja terus membujuk mereka untuk memeluk agama islam.

Tetapi ternyata harimau-harimau itu tidak ingin menghiraukan ajakannya. Mereka lari ke tempat selatan, yang kini masuk kawasan Garut. Kiansantang berusaha mengejarnya dan menghadang lari mereka. Dia ingin sekali lagi membujuk mereka. Sayang usahanya gagal. Mereka tidak ingin lagi diajak bicara dan masuk ke dalam goa yang kini tenar dengan nama goa Sancang, yang berlokasi di Leuweung Sancang, di kabupaten Garut.

Goa dan hutan Sancang yang dimaksud.

Kumpas Tuntas
Mengenai tokoh yang disebutkan sebagai Sayidina Ali dalam cerita ini, memang sedikit kontroversial. Mengingat tarikh kejadian, apakah mungkin yang dimaksud sayidina Ali disini ialah Ali Bin Abi Tholib, ataukah yang dimaksud ialah tokoh sayidina Ali yang lain, mengingat tahunnya sedikit berbeda.