Doa Sujud Sahwi Serta Cara Melakukannya Dan Penyebabnya

4 min read

Doa Sujud Sahwi

Cara Sujud Sahwi, Sebab Sebab Terjadinya Sujud Sahwi Dan Bacaan Doa Sujud Sahwi Yang Benar Sesuai Sunnah

Doa Sujud Sahwi – Sujud sahwi sunnah dijalankan saat seseorang dalam shalatnya melaksanakan salah satu dari lima hal. Pertama, saat meninggalkan sunnah ab’ad. Sunnah ab’ad dalam sholat meliputi qunut, tasyahud awal, shalawat pada Nabi pada saat tahiyyat, shalawat pada keluarga Nabi pada saat tahiyyat akhir, dan duduk tasyahud awal. Ketika seseorang meninggalkan salah satu dari beraneka variasi sunnah ab’ad tersebut karenanya ia disunnahkan melaksanakan sujud sahwi, baik drumah ataupun di masjid .

Kedua, lupa melaksanakan sesuatu yang membatalkan sholat jika dijalankan dengan sengaja, seperti seseorang lupa memperpanjang bacaan dalam i’tidal dan duduk di antara dua sujud. Sebab dua rukun ini tergolong rukun qashir yang tidak boleh dipanjangkan. Ketiga, memindah rukun qauli (ucapan) bukan pada tempatnya, jika memindah rukun qauli ini bukan termasuk yang membatalkan sholat.

Tata Cara Sujud Sahwi

Seperti membaca Al-Fatihah pada saat duduk di antara dua sujud dan teladan-teladan yang sama. Keempat, ragu dalam hal meninggalkan sunnah ab’ad. Seperti seseorang ragu apakah sudah melaksanakan qunut atau belum, karenanya dalam hal ini ia disunnahkan sujud sahwi, sebab pada hakikatnya (regulasi asal) ia dianggap tidak melaksanakan qunut tersebut. Kelima, melaksanakan tindakan yang berkemungkinan tergolong sebagai tambahan.

Seperti seseorang pada saat melaksanakan sholat isya’ ragu apakah sudah hingga rakaat ketiga atau sudah keempat. Karenanya dalam keadaan tersebut hitungannya sepatutnya berpijak pada rakaat ketiga, sehingga ia sepatutnya untuk menambahkan satu rakaat lagi dan sebelum salam ia disunnahkan melaksanakan sujud sahwi, sebab shalatnya berkemungkinan terdapat tambahan satu rakaat.

Ketika Rasulullah Shalat Isya Dua Rakaat sebab Lupa Kelima sebab di atas secara lugas dibeberkan dalam kitab Hasyiyah al-Bujairami:

وأسبابه خمسة ، أحدها ترك بعض .ثانيها : سهو ما يبطل عمده فقط . ثالثها : نقل قولي غير مبطل . رابعها : الشك في ترك بعض معين هل فعله أم لا ؟ خامسها : إيقاع الفعل مع التردد في زيادته

“Sebab kesunnahan melaksanakan sujud sahwi ada lima. Yakni meninggalkan sunnah ab’ad, lupa melaksanakan sesuatu yang akan batal jika dijalankan dengan sengaja, memindah rukun qauli (ucapan) yang tidak hingga membatalkan, ragu dalam meninggalkan sunnah ab’ad,

Apakah sudah melaksanakan atau belum dan yang terakhir melaksanakan suatu tindakan dengan adanya kemungkinan hal tersebut tergolong tambahan” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami, juz 4, hal. 495) Khusus sebab disunnahkannya sujud sahwi yang terakhir, Rasulullah menjelaskan hikmah dari cara kerja sujud sahwi dan penambahan rakaat pada permasalahan tersebut:

إذا شك أحدكم فلم يدر أصلى ثلاثا أم أربعا فليلق الشك وليبن على اليقين وليسجد سجدتين قبل السلام ، فإن كانت صلاته تامة كانت الركعة ، والسجدتان نافلة له ، وإن كانت ناقصة كانت الركعة تماما للصلاة ، والسجدتان يرغمان أنف الشيطان

“Ketika kalian ragu, tidak ingat apakah sudah melaksanakan sholat tiga rakaat atau empat rakaat karenanya buanglah rasa ragu itu dan lanjutkanlah pada hal yang diyakini (hitungan tiga rakaat) dan hendaklah melaksanakan sujud dua kali sebelum salam. Jika sholat tersebut total karenanya tambahan satu rakaat dihitung (pahala) baginya dan dua sujud yaitu kesunnahan baginya, jika ternyata shalatnya memang kurang satu, karenanya tambahan satu rakaat menyempurnakan shalatnya dan dua sujud itu untuk melawan kehendak syaitan.” (HR. Abu Daud)

Sebab Sebab Sujud Sahwi Dan Alasannya

Tetapi jika menelisik beraneka sebab-sebab disarankannya melakukannya doa sujud sahwi, lantas apakah sholat yang dijalankan seseorang saat melaksanakan salah satu dari lima sebab di atas namun ia tidak melaksanakan sujud sahwi dalam shalatnya, apakah lantas hal tersebut berakibat dalam orisinilitas shalatnya, dalam arti shalatnya menjadi batal? Status sujud sahwi sebagai sunnah muakkad (kesunnahn yang amat direkomendasikan) tidak lantas menyebabkan sholat seseorang menjadi batal saat tidak dijalankan.

Sebab term kesunnahan cuma berarti anjuran, bukan suatu kewajiban, sehingga bukan yaitu hal yang sepatutnya dijalankan dan akan membatalkan sholat saat tidak melakukannya. Berbeda halnya saat seseorang tidak melaksanakan kewajiban sholat dengan sengaja atau melaksanakan hal-hal yang dilarang dalam sholat (mubthilat as-sholat) dengan sengaja, karenanya dua hal ini secara biasa dapat berakibat dalam orisinilitas sholat yang dilakukannya.

Dalam acuan kitab-kitab Syafi’iyah banyak sekali yang menjelaskan bahwa sujud sahwi cuma sebatas kesunnahan, seumpama seperti yang terdapat dalam kitab Dalil al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj: – سجود السهو سنة) مؤكدة ولو في نافلة ما عدا صلاة الجنازة وهو دافع لنقص الصلاة “Sujud Sahwi tergolong sunnah muakkad, padahal pada sholat sunnah, selain pada sholat jenazah. Sujud sahwi ini berfungsi mencegah kekurangan dalam sholat”

Sujud Sahwi Adalah Sunnah

(Syekh Abu Abdurrahman Rajab Nuri, Dalil al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj, juz 1, hal. 129) Malahan Imam Asy-Syafi’i dalam qaul qadim yang tercantum dalam karya monumentalnya, al-Um, menjelaskan bahwa orang yang meninggalkan sujud sahwi dalam sholat karenanya tidak sepatutnya mengulang kembali shalatnya, sehingga sholat yang ia lakukan konsisten dihukumi sah dan menggugurkan kewajibannya.

Baca Juga: Doa Pengasihan : Doa Agar Orang Yang Kita Cintai Menjadi Jodoh

Sebagaimana beliau jelaskan dalam acuan berikut: ولا أرى بينا أن واجبا على أحد ترك سجود السهو أن يعود للصلاة “Saya tidak berpandangan bahwa sepatutnya bagi orang yang meninggalkan sujud sahwi untuk mengulangi shalatnya” (Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, al-Um, juz 1, hal. 214) Berbeda halnya saat meninggalkan sujud sahwi diberi nasihat pada konteks sholat jamaah.

Contohnya seperti saat imam suatu majelis melaksanakan sujud sahwi, namun makmum tidak meniru imam dengan tidak melaksanakan sujud sahwi bersamaan dengan imamnya, karenanya dalam keadaan demikian shalatnya menjadi batal saat hal tersebut dijalankan dengan sengaja. Sebab dalam permasalahan ini, batal shalatnya makmum bukan cuma sebab ia tidak melaksanakan sujud sahwi, namun lebih sebab unsur ia tidak meniru (mutaba’ah) imam yang yaitu salah satu kewajiban dalam sholat jama’ah.

Ketetapan ini sperti yang dibeberkan dalam kitab Kasyifah as-Saja:

فإن سجد إمامه تابعه وجوباً وإن لم يعرف أنه سها حتى لو اقتصر على سجدة واحدة سجد المأموم أخرى، فإن ترك متابعته عمداً بطلت صلاته ثم يعيد السجود مسبوق آخر صلاته لأنه محل سجود السهو، وإن لم يسجد الإمام وسلم المأموم آخر صلاته جبراً لخلل صلاته بسهو إمامه

(Syekh Muhammad an-Nawawi al-Bantani, Kasyifah as-Saja fi Syarh as-Safinah an-Naja, juz 1, hal. 83) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak melaksanakan sujud sahwi bukan yaitu hal yang berakibat dalam orisinilitas sholat, selain saat hal tersebut terjadi pada sholat jamaah, saat imam melaksanakan sujud sahwi, namun orang yang menjadi makmum tidak mencontohnya. Karenanya dalam keadaan tersebut shalatnya menjadi batal. Wallahu a’lam.

Shidiq Hasan Khon rahimahullah berkata, “Hadits-hadits tegas yang menjelaskan mengenai sujud sahwi kadang menceritakan bahwa sujud sahwi terletak sebelum salam dan kadang pula sesudah salam. Hal ini menonjolkan bahwa boleh menjalankan sujud sahwi sebelum ataukah sesudah salam. Akan tapi lebih baik jika sujud sahwi ini mengikuti sistem yang sudah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tanya Jawab Sepetar Sujud Sahwi

Kalau ada dalil yang menjelaskan bahwa sujud sahwi saat itu sebelum salam, maka hendaklah dilakukan sebelum salam. Itu pula jika ada dalil yang menjelaskan bahwa sujud sahwi saat itu sesudah salam, maka hendaklah dilakukan sesudah salam. Kecuali hal ini, maka di situ ada alternatif. Akan tapi, memilih sujud sahwi sebelum atau sesudah salam itu cuma sunnah (tidak sampai harus, pen).”

Intinya, jika shalatnya perlu ditambal karena ada kekurangan, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Meski jika shalatnya sudah tepat atau berlebih, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sesudah salam dengan tujuan untuk menghinakan setan.

Tanya : Saya seringkali diajari oleh beberapa ustadz tentang bacaan sujud sahwi dengan bacaan saat sujud Subhaanal-ladzii laa yanaamu walaa yashuu atau Subhaanal-ladzii la yashuu walaa yanaamu. Di buku hadits manakah saya dapat menerima lafadh sujud sahwi ini supaya amalan saya menjadi mantap ?

Jawab : Sujud sahwi adalah sujud dua kali yang dilakukan karena lupa di dalam shalat yang dilakukan sebelum atau sesudah salam. Sepanjang pengetahuan dan sumber yang kami miliki, tidak ada satupun riwayat khusus yang menjelaskan tentang bacaan sujud sahwi. Oleh karena itu, banyak ulama yang mengungkapkan bahwa bacaan sujud sahwi sama dengan bacaan sujud dalam shalat.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata : “Dan hendaklah dia membaca di dalam sujud (sahwi)-nya apa yang dibaca di dalam sujud dalam shalat, karena sujud sahwi tersebut adalah sujud yang disyari’atkan serupa dengan sujud di dalam shalat” (Al-Mughni 2/432-433, Penerbit Hajar, Cet. 2, Th. 1412 H/1992 M).

Abu Muhammad bin Hazm (Ibnu Hazm) rahimahullah berkata : “Orang yang bersujud sahwi harus membaca di dalam kedua sujudnya :

Bacaan Doa Sujud Sahwi

Subhaana rabbiyal-A’laa [سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى]; berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam (yang artinya) : “Jadikanlah dia (bacaan itu) di dalam sujudmu” (Al-Muhalla 4/170, tahqiq Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah).

Doa Sujud Sahwi

Senada dengan pernyataan tersebut adalah fatwa para ulama dari Al-Lajnah Ad-Daaimah lil-Buhuts wal-Ifta’ (Komisi Tetap untuk Riset dan Fatwa) Saudi Arabia 7/149 nomor fatwa 5519.

Adapun pertanyaan yang Saudara tanyakan, maka kita serahkan terhadap ahlinya, adalah ulama besar hadits sepanjang jaman : Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Asy-Syafi’i (pensyarah kitab Shahih Al-Bukhari – Fathul-Bari), dimana beliau berkata : “Saya sudah mendengar beberapa para imam (ulama’) menghikayatkan bahwa seseorang disukai membaca di dalamnya (sujud sahwi) : [سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُوْ] Subhaana man-laa yanaamu walaa yashuu (“Maha Suci Allah yang Tidak Tidur dan Tidak Lupa)”. Kemudian beliau melanjutkan : “Saya tidak menemukan asalnya” [At-Talkhiishul-Habiir].

Dan benarlah apa yang dikatakan oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar bahwa bacaan tersebut tidak bersumber pada kitab-kitab induk hadits. Atau dengan kata lain : Inti adalah anggapan semata.

Bacaan sujud sahwi sebagaimana yang ditanyakan oleh Saudara Penanya bukan berasal dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, dan hendaklah ditinggalkan. Adapun yang disyari’atkan dibaca dalam sujud sahwi adalah sama dengan bacaan sujud dalam shalat. Allaahu a’lam.