Teori Pusat Pertumbuhan : Pengertian, Ciri, Dampak, Manfaat Dan Fungsi

6 min read

Teori Pusat Pertumbuhan

Fungsi, Ciri Ciri, Manfaat, Dampak Dan Pengertian Teori Pusat Pertumbuhan Menurut Para Ahli

Pusat Pertumbuhan – Konsep pusat-pusat pertumbuhan pertama kali diperkenalkan oleh Francois Perroux (1955) dengan istilah growth pole atau pole de croissance (kutub pertumbuhan). Konsep ini erat hubungannya dengan konsep central place-nya Christaller (1933) dan konsep heksagonal-nya August Losch (1944). Pola pemikiran Christaller dan Losch dipengaruhi oleh teori Von Thunen (1926) dan Alfred Weber (1909).

Dalam konsepnya tersebut, Perroux menyatakan bahwa pertumbuhan tidak terjadi secara serentak; pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau kutub perkembangan dengan intensitas yang berubah-ubah; perkembangan itu menyebar sepanjang saluran-saluran yang beraneka ragam dan dengan imbas yang beraneka ragam terhadap keseluruhan perekonomian (Jayadinata, 1999 : 180).

Strategi pengembangan pusat-pusat pertumbuhan merupakan taktik yang didasarkan pada pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang/merata. Dalam konteks pengembangan wilayah, pendekatan berdasarkan taktik ini paling banyak dipakai baik secara irit maupun praktek. Tujuan dari taktik ini yaitu pembangunan pada sektor-sektor utama pada lokasi-lokasi tertentu, sehingga akan mengembangkan kemajuan ke seluruh wilayah.

Pengertian Teori Pusat Pertumbuhan

Ada beberapa taktik pengembangan wilayah dengan konsep pusat-pusat pertumbuhan ini (Parr, 1999), yaitu:

(a) Membangkitkan kembali daerah bodoh (depressed area),
Daerah bodoh dipandang sebagai daerah yang mempunyai karakteristik tingginya tingkat pengangguran, pendapatan perkapita rendah, kesejahteraan penduduk di bawah rata-rata, serta rendahnya tingkat pelayanan kemudahan dan utilitas yang ada. Strategi ini dilakukan untuk membuat struktur ruang wilayah yang lebih kompetitif. Pendekatan yang dilakukan yaitu dengan mengkombinasikan antara pergerakan modal secara inter-regional. Tujuannya yaitu mencegah modal ke luar wilayah, serta mencegah tingginya populasi di daerah tersebut. Hasil yang kemudian dibutuhkan yaitu berupa transformasi struktur ruang ekonominya.

(b) Mendorong dekonsentrasi wilayah,
Strategi ini dilakukan guna menekan tingkat konsentrasi wilayah, serta bertujuan untuk membentuk struktur ruang yang tepat, khususnya pada beberapa bab dari wilayah non-metropolitan. Artinya, pengembangan yang dilakukan yaitu pada wilayah non-metropolitan, untuk menekan kiprahnya yang sudah terlalu besar. Hal yang perlu diperhatikan di sini yaitu perlunya mempertimbangkan faktor lokasi pengembangan, bahwa tidak semua lokasi layak dijadikan sebagai pusat pertumbuhan.

(c) Memodifikasi sistem kota-kota,
Tujuan taktik ini yaitu untuk mengontrol urbanisasi menuju pusat-pusat pertumbuhan, yaitu dengan adanya pengaturan sistem perkotaan yang mempunyai hierarkhi yang terstruktur dengan baik dan dibutuhkan akan mampu mengurangi migrasi penduduk ke kota besar.

(d) Pencapaian terhadap keseimbangan wilayah,
Strategi ini muncul balasan kurang memuaskannya struktur ekonomi inter-regional yang biasanya dengan mempertimbangkan tingkat kesejahteraan, serta yang berafiliasi dengan belum dimanfaatkannya sumber daya alam pada beberapa daerah.

Selanjutnya ia mengungkapkan beberapa karakteristik dari taktik pusat-pusat pertumbuhan tersebut, yaitu sebagai berikut :
a) Mendorong pertumbuhan lapangan kerja dan populasi dalam suatu wilayah pada sebagian lokasi atau pusat yang telah direncanakan pada satu periode tertentu,
b) Dibutuhkan pembatasan jumlah lokasi-lokasi atau pusat-pusat yang dirancang sebagai pusat,
c) Diperlukan seleksi/diskriminasi keruangan di antara lokasi-lokasi yang ada,
d) Modifikasi struktur keruangan terhadap lapangan pekerjaan dan populasi dalam wilayah.

Selanjutnya terdapat beberapa kerangka batasan dalam pembuatan keputusan dalam kaitannya dengan perencanaan ekonomi wilayah, batasan-batasan tersebut yaitu sebagai berikut (ibid) :
a) Diagnosis yang harus hati-hati terhadap permasalahan wilayah serta artikulasi yang jernih terhadap konsistensi tujuan berdasarkan perencanaan yang realistis, juga berdasarkan pada keterbatasan yang menyangkut kelayakan ekonomi dan teknis, ketersediaan sumber daya dan penerimaan secara politik,
b) Mengetahui secara mendalam perihal acara ekonomi dalam wilayah, termasuk mengetahui sejauh mana struktur kekerabatan antara sektor ekonomi dengan struktur ruang wilayahnya,
c) Apresiasi terhadap pertumbuhan eksisting serta antisipasi terhadap penyebaran pertumbuhan, apakah itu di antara wilayah dalam lingkup nasional, antara daerah dengan wilayah atau dalam suatu sistem kota,
d) Identifikasi yang memadai terhadap instrumen kebijakan yang ada, termasuk kapasitas dari struktur administrasi,
e) Penelitian yang hati-hati terhadap resiko dan kemungkinan kesuksesan yang berafiliasi dengan aspek sektoral dan keruangan,
f) Pengertian terhadap operasional dari keterkaitan dan interaksi di antara beberapa elemen yang terkait.

Kemudian ada 3 (tiga) dasar rasional yang mensugesti kinerja pusat pertumbuhan secara keseluruhan :

Konsentrasi prasarana kota pada pusat pertumbuhan,
Pemusatan prasarana kota pada pusat-pusat pertumbuhan didefinisikan dalam konteks yang luas yang dimaksudkan untuk mendukung tujuan utama ekonomi dan tujuan sosial. Dalam konteks belanja publik ada sebuah justifikasi terhadap hal tersebut, yaitu tipe prasarana yang dibatasi pada kemudahan yang mempunyai skala pelayanan yang luas. Untuk prasarana transportasi termasuk di dalamnya pembangunan gres dan peningkatan jalan dengan fokus pada pusat pertumbuhan yang telah direncanakan, atau dengan kata lain yang menghubungkan pusat pertumbuhan dengan daerah-daerah belakangnya. Prasarana yang berskala luas ini akan menjadikan eksternalitas, sehingga akan membuat daerah menjadi lebih atraktif bagi perusahaan dalam konteks lokasi dan menstimulasi masuknya investasi ke dalam pusat pertumbuhan. Untuk melengkapi prasarana tersebut harus didukung oleh kebijakan pembangunan yang dikeluasrkan oleh pemerintah daerahnya.

Konsentrasi acara perekonomian (aglomerasi)
Konsentrasi / aglomerasi acara perekonomian di pusat pertumbuhan terutama industri yang mempunyai keterkaitan ke depan (forwad linkage) dan kaitan ke belakang (backward linkage). Hal ini akan dipengaruhi oleh pedoman investasi yang masuk pribadi ke dalam pusat pertumbuhan dan dikaitkan dengan eksploitasi aglomerasi ekonomi. Konsentrasi acara ekonomi ini sangat bergantung pada kelengkapan prasarana kota.

Kutub yang direncanakan berdasarkan keunggulan komperatifnya,
Hal ini terutama didasarkan pada kebijakan spasial untuk mengembangkan pusat pertumbuhan dengan melihat aspek keunggulan komperatif daerah, kependudukan dan kinerja ekonomi daerah.

Bagaimanapun juga rasionalitas dari taktik pusat pertumbuhan memunculkan dua pola yang berbeda, pertama yaitu struktur ruang wilayah mengalami perubahan yang radikal dengan pertumbuhan pada kutub yang direncanakan yang disertai oleh redistribusi utama dari populasi dan pekerja dengan honor murah (low-cost labor) ke dalam pusat dan dengan menjadikan imbas ke sektor lainnya, yaitu perdagangan dan jasa. Semua itu akan mendorong masuknya investasi ke dalam pusat pertumbuhan dan meningkatkan kinerja ekonomi wilayahnya.

Bertitik tolak dari konsep growth pole dari Perroux ini muncul konsep-konsep serupa yaitu kutub-kutub pengembangan (development poles), pusat-pusat pertumbuhan (growth centres), titik-titik pertumbuhan (growth points), daerah-daerah pertumbuhan (growth areas), zona-zona pertumbuhan (growth zones) dan core region yang pada prinsipnya bermaksud sama yaitu untuk mendorong perkembangan daerah.

Letak perbedaannya yaitu bahwa konsep kutub pertumbuhan tanpa suatu dimensi geografik yang spesifik, sedangkan konsep pusat-pusat pertumbuhan, titik-titik pertumbuhan, maupun core region berkenaan dengan dimensi geografik atau lokasi spasial (Glasson, 1977).
Konsep pusat-pusat pertumbuhan mengandung pengertian adanya suatu kekerabatan saling mensugesti secara timbal balik antara pusat-pusat tersebut dengan daerah pengaruhnya. Pusat-pusat itu sendiri berada pada suatu jenjang tertentu yang terdiri atas pusat pertumbuhan pertama, pusat pertumbuhan kedua, dan seterusnya.

Menurut teori ini pertumbuhan akan mampu dijalarkan dari pusat pertama ke pusat kedua dan seterusnya melalui prosedur yang disebut spread effect oleh Gunnar Myrdal (Myrdal, 1976) atau disebut trickling down effect oleh Hirschman (Hirschman, 1958), yaitu gaya-gaya yang mendorong perkembangan ke daerah pengaruhnya yang biasanya merupakan daerah yang relatif kurang berkembang.

Dalam pengembangan daerah melalui pusat-pusat pertumbuhan, kegiatan akan disebar ke beberapa pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan hirarki dan fungsinya. Pada skala regional dikenal tiga orde, yaitu :

  1. Pusat pertumbuhan primer (utama).
    Pusat pertumbuhan primer atau pusat utama orde satu ialah pusat utama dari keseluruhan daerah, pusat ini mampu merangsang pusat pertumbuhan lain yang lebih bawah tingkatannya. Biasanya pusat pertumbuhan orde satu ini dihubungkan dengan tempat pemusatan penduduk terbesar, kelengkapan kemudahan dan potensi aksesibilitas terbaik, mempunyai daerah belakang terluas serta lebih multi fungsi dibandingkan dengan pusat-pusat lainnya.
  2. Pusat pertumbuhan sekunder (kedua).
    Pusat pertumbuhan sekunder ini yaitu pusat dari sub-daerah, seringkali pusat ini diciptakan untuk mengembangkan sub-daerah yang jauh dari pusat utamanya. Perambatan perkembangan yang tidak terjangkau oleh pusat utamanya mampu dikembangkan oleh pusat pertumbuhan sekunder ini.
  3. Pusat pertumbuhan tersier (ketiga).
    Pusat pertumbuhan tersier ini merupakan titik pertumbuhan bagi daerah pengaruhnya. Fungsi pusat tersier ini ialah menumbuhkan dan memelihara kedinamisan terhadap daerah dampak yang dipengaruhinya (Friedmann, 1966).
    Manfaat konsep pusat-pusat pertumbuhan sebagai alat kecerdikan dalam perencanaan regional telah cukup usang disadari. Akan tetapi relevansinya tidak hanya terbatas pada daerah-daerah yang mengalami kemunduran saja, sebab pada awal tahun 1964 telah disarankan suatu kecerdikan yang mengkonsentrasikan semua pertumbuhan industri dalam sejumlah kecil pusat besar bagi daerah makmur (Glasson, 1977).
    Kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut juga telah menerima sambutan yang menyenangkan di negara-negara yang sedang berkembang. Beberapa pola yang populer yaitu kompleks industri Bari Toronto-Brindisi untuk daerah Mezzogiorno di Italia Selatan, dan pembangunan pusat-pusat gres di Brasilia dan Cuidad Guyana sebagai perjuangan untuk menjadikan pertumbuhan ke dalam daerah-daerah yang bodoh di Brasilia dan Venezuela. Gagasan ini juga telah diterima di Amerika Serikat untuk membantu daerah-daerahnya yang mengalami kemunduran (Glasson, 1977).
    Konsep Pusat-Pusat Pertumbuhan dalam Pengembangan Wilayah
    Dari beberapa kenyataan di atas, nyatalah bahwa konsep pusat-pusat pertumbuhan merupakan salah satu konsep pengembangan wilayah yang mempunyai kaitan sangat erat dengan aspek penataan ruang dan mempunyai peranan yang cukup penting untuk mempercepat perkembangan daerah. Baik daerah-daerah yang relatif terlambat perkembangannya, atau daerah-daerah yang mengalami krisis sebab habisnya sumber daya atau menurunnya nilai sumber daya.
    Usaha pengembangan melalui taktik pusat-pusat pertumbuhan itu sendiri bukan berarti hanya mengembangkan satu pusat pertumbuhan tunggal, tetapi akan mengembangkan beberapa pusat pertumbuhan sesuai dengan tingkatannya (hirarki) yang mempunyai fungsi dan peranan tersendiri. Sistem pusat pertumbuhan yang terbentuk ini akan mensugesti penyediaan kemudahan perkotaan yang merupakan konsekuensi dari fungsi dan tugas yang akan disandang oleh tiap pusat pertumbuhan. Dalam pelaksanaannya, penerapan fungsi dan tugas dari setiap pusat juga harus diubahsuaikan dengan karakteristik daerah yang bersangkutan dan daerah yang dipengaruhinya atau daerah di belakangnya.
    Friedmann menunjukkan beberapa pendekatan yang mampu disimpulkan sebagai berikut :
  4. Menentukan pusat-pusat pertumbuhan utama yang mempunyai kapasitas pertumbuhan yang tinggi.
  5. Menentukan daerah dampak dan arah pelayanan dari titik-titik pertumbuhan.
  6. Menentukan daerah belakang dan regionalisasi.
  7. Mengukur tingkat pelayanan di setiap pusat-pusat pertumbuhan yang terpilih.
  8. Meluaskan jaringan jalan yang difokuskan pada pusat-pusat pertumbuhan.
  9. Mengukur potensi aksesibilitas antar pusat-pusat pertumbuhan.
  10. Mengembangkan pusat-pusat perkotaan di pusat-pusat pertumbuhan.
  11. Menggali kemungkinan untuk mengembangkan industri ringan dan industri padat karya pada pusat pertumbuhan.
  12. Melakukan perjuangan mengubah pola pertanian subsistem kepada pertanian komersial.
    10.Menentukan kegiatan perekonomian dasar di pusat-pusat pertumbuhan.

Pengembangan Kegiatan Primer
Aktifitas kegiatan primer terkait dengan sistem perdagangan yang lebih luas (makro), mencakup produsen barang (industri) sampai jasa ekspor – impor. Hampir semua jenis aktifitas primer merupakan perdagangan dengan skala luas (regional, nasional / internasional).

Pengembangan kegiatan primer di wilayah perencanaan, membutuhkan bantuan kemudahan pergudangan, sebagai tempat penyimpanan stok barang, untuk mengantisipasi aktifitas bangkar–muat barang yang relatif tinggi dan jasa / forum keuangan untuk mendukung kelancaran aktifitasnya.

Pengembangan komponen kegiatan primer diarahkan terkait dengan fungsi lainnya, khususnya sistem transportasi mengingat aktifitas bongkar-muat mampu menjadikan adanya perlambatan (delay) dan kemacetan (congestion) lalu-lintas disekitar daerah aktifitas primer tersebut. Karena secara tidak pribadi kondisi tersebut mampu mengurangi intensitas perdagangan, khususnya acara perdagangan eceran.

Pengembangan Kegiatan Sekunder
Pengembangan kegiatan sekunder mencangkup aktifitas yang pribadi mendistribusikan barang pada konsumen akhir, dalam hal ini penduduk itu sendiri. Wujud fisik aktifitas antara lain dalam bentuk pasar, toko, pertokoan, supermarket, warung, dan kios. Perkembangan aktifitas perdagangan jenis ini, sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi dan demand penduduk.
Pengembangan aktifitas sekunder mengikuti pola pengembangan tata ruang secara makro dibidang ekonomi serta kecenderungan perkembangan fisik kawasan. Pengembangannya juga mempertimbangkan distribusi penduduk sebagai demand market, pola konsumsi serta prospek ekonomi kegiatan (ditinjau dari potensi daya dukung berkembangnya kegiatan).

Baca Juga: Pencemaran

Kegiatan sekunder diarahkan sesuai kebutuhan pada unit pelayanan yang ada. Aktifitas sekunder dikembangkan berdasarkan jenis dan skala pelayanan fasilitas. Dengan dasar tersebut, maka pengembangan jenis aktifitas sekunder diarahkan berdasarkan penduduk pendukung dan jenis aktifitasnya. Pasar dikembangkan melayani beberapa kelurahan (satu kecamatan), toko/warung dikembangkan pada tiap kelurahan dan unit lingkungan sedangkan supermarket mempunyai skala pelayanan wilayah.