Kepatuhan Pengobatan Adalah : Pengertian, Jenis Dan Faktor

5 min read

Pengertian kepatuhan pengobatan minum obat adalah - jenis faktor dan cara meningkatkan kepatuhan pengobatan

Pengertian kepatuhan pengobatan / minum obat adalah – jenis faktor dan cara meningkatkan kepatuhan pengobatan

Kepatuhan Minum Obat – kepatuhan minum obat adalah usaha yang diberi bimbingan supaya tiap penduduk dapat menjadikan derajat kesehatan yang maksimal. Upaya hal yang demikian sampai saat ini masih menjadi kendala yang disebabkan masih tingginya persoalan kesehatan, khususnya yang terkait dengan penyakit yang dapat menghambat kecakapan seseorang untuk hidup sehat, ( Depkes RI, 2002 ).

DEFINISI KEPATUHAN
Perilaku pasien yang mentaati semua pengarahan dan tanda yang disarankan oleh kalangan kekuatan medis, seperti dokter dan apoteker. Segala sesuatu yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satunya yaitu kepatuhan minum obat. Yaitu ini yaitu persyaratan utama tercapainya keberhasilan pengobatan yang dijalankan.

DEFINISI CORCONDANCE
Memakai suatu proses pengobatan, dimana pasien dan kekuatan kesehatan menjadi mitra bersama dalam mencapai solusi terbaik untuk tiap persoalan kesehatan yang dihadapi pasien. Pasien dan kekuatan kesehatan membuat kesepakatan bersama seputar pengobatan dan perawatan persoalan kesehatan yang dihadapi oleh pasien.

CARA MENINGKATKAN KEPATUHAN
1.Memberikan isu terhadap pasien akan manfaat dan pentingnya kepatuhan untuk mencapai keberhasilan pengobatan.
2.Mengingatkan pasien untuk melaksanakan semua sesuatu yang harus dijalankan demi keberhasilan pengobatan melewati telepon atau alat komunikasi lain.
3.Menunjukan terhadap pasien kemasan obat yang sebetulnya atau dengan metode menunjukan obat aslinya.
4.Memberikan keyakinan terhadap pasien akan efektivitas obat dalam penyembuhan.
5.Memberikan isu resiko ketidakpatuhan.
6.Memberikan layanan kefarmasian dengan perhatikan langsung, mengunjungi rumah pasien dan memberikan konsultasi kesehatan
7.Bila alat tolong kepatuhan seperti multikompartemen atau sejenisnya.
8.Adanya dukungan dari pihak keluarga sahabat dan orang – orang disekitarnya untuk senantiasa mengingatkan pasien, supaya teratur minum obat demi keberhasilan pengobatan.
9.Kekeliruan obat yang diterapkan hanya dikonsumsi sehari satu kali, kemudian pemberian obat yang diterapkan lebih dari satu kali dalam sehari mengakibatkan pasien acap kali lupa, kesudahannya menyebabkan tak teratur minum obat.

JENIS – JENIS KETIDAKPATUHAN (NON COMPLIANCE)
Ketidakpatuhan yang disengaja
( intentional non compliance )
Ketidakpatuhan yang tak disengaja
(unintentional non compliance )

Ketidakpatuhan yang disengaja ( intentional non compliance )
1.Keterbatasan tarif pengobatan
2.Sikap apatis pasien
3.Ketidakpercayaan pasien akan efektivitas obat

Ketidakpatuhan yang tak disengaja (unintentional non compliance )
1.Pasien lupa minum obat
2.Ketidaktahuan akan tanda pengobatan
3.Mengamati dalam hal pembacaan etiket

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETIDAKPATUHAN PASIEN ( NON COMPLIANCE )
Lima unsur yang perlu dilihat untuk menghindari ketidakpatuhan pasien yaitu ;
1.Penyakit pasien
2.Individu pasien
3.Sikap dokter
4.Obat yang diberikan
5.Lingkungan pengobatan

AKIBAT NON COMPLIANCE
A.Bertambah parahnya penyakit atau penyakit kencang kambuh lagi
B.Terjadi toksisitas
C.Keracunan

PERAN APOTEKER DALAM KASUS NON COPLIANCE
Apoteker sebagai drug informer
Sumpah apoteker “ kesehatan pasien senantiasa akan aku utamakan “

CARA MENGETAHUI NON COMPLIANCE
1.Mengamati hasil terapi secara terjadwal
2.Memonitor pasien kembali datang untuk membeli obat pada jangka waktu selanjutnya setelah obat itu habis
3.Mengamati jumlah sisa obat
4.Pemakaian bertanya terhadap pasien mengenai kepatuhannya terhadap pengobatan.

MENGUKUR TINGKAT KEPATUHAN
1.Metoda pengukuran langsung ( pengukuran konsentrasi obat atau metabolitnya dalam darah atau urine )
2.Metoda pengukuran tak langsung meliputi wawancara dengan pasien, pengukuran hasil pemeriksaan klinis.

Berdasarkan obat yaitu hal yang benar-benar krusial dalam pengobatan penyakit. Oleh sebab itu obat obat harus diberikan dengan ideal, baik ideal penyakit, ideal obat, ideal dosis, ideal metode pakai, ideal pasien, seandainya tak obat akan memberikan efek yang tak diinginkan dan malahan dapat memberikan efek keracunan yang membahayakan jiwa pasien, (Dunia Farmasi, 2010).

Organisasi kesehatan dunia WHO menyebutkan bahwa tarif yang dikeluarkan untuk pembelanjaan obat di negara-negara berkembang antara 20 – 40% terhadap sempurna tarif kesehatan meskipun di negara maju antara 10 – 20%, disebutkan juga bahwa 50 – 90% pasien di negara berkembang membayar tarif pengobatan secara swadaya (tak ditanggung asuransi). Situasi untuk Indonesia, harga obat tergolong mahal yang disebabkan oleh lebih dari 90% bahan baku obat harus diimpor dari luar negeri, (Dunia Farmasi, 2010).

Umur laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi bentang panjang terhadap penyakit kronis di negara majunya sebesar 50% meskipun di negara berkembang, jumlah hal yang demikian malahan lebih rendah. Kepatuhan pasien benar-benar dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan terapi utamanya pada terapi penyakit tak menular (contohnya : diabetes, hipertensi, asma, kanker, dan lain-lain), gangguan mental, penyakit infeksi HIV / AIDS dan tuberkulosis Adanya ketidakpatuhan pasien pada terapi penyakit ini dapat memberikan efek negatif yang benar-benar besar sebab prosentase kasus penyakit-penyakit hal yang demikian diseluruh dunia mencapai 54% dari semua penyakit pada tahun 2001. Angka ini malahan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 65% pada tahun 2020.

Ada sebagian hal yang dapat memicu kekambuhan pada pasien, antara lain tak tunduk minum obat, tak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter, gaya hidup yang tak sehat, kurangnya dukungan dari keluarga, kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga seputar suatu penyakit serta adanya persoalan kehidupan yang berat yang dapat memicu kambuhnya suatu penyakit hal yang demikian, (Akbar, 2008).

Kepatuhan yaitu fenomena multidimensi yang ditetapkan oleh tujuh dimensi, unsur terapi, unsur metode kesehatan, unsur lingkungan, usia, dukungan keluarga, motivasi pasien dan unsur sosial ekonomi. Diatas semua unsur itu, dibutuhkan komitmen yang kuat dan koordinasi yang erat dari semua pihak dalam memaksimalkan pendekatan multidisiplin untuk menuntaskan persoalan ketidak patuhan pasien ini, (Purwanto, 2010).

Kepatuhan yang rendah terhadap obat yang diberikan dokter dapat meningkatkan risiko morbiditas, mortalitas dan resistensi obat baik pada pasien ataupun pada masyarakat luas. Banyak unsur terkait dengan kepatuhan terhadap terapi pengobatan termasuk karakteristik pasien, hubungan antara petugas pelayanan kesehatan dan pasien, regimen terapi dan seting pelayanan kesehatan, selain itu usia, variasi kelamin, motivasi pasien, suku/ras dan status ekonomi keluarga terkait dengan kepatuhan pasien dibeberapa daerah di Indonesia, (Purwanto, 2010).

Lamanya penyakit akan memberikan efek negative terhadap kepatuhan pasien. Makin lama pasien mengidap penyakit, makin kecil pasien hal yang demikian tunduk pada pengobatannya. Seumpama tarif pelayanan juga yaitu hambatan yang besar bagi pasien yang memperoleh pelayanan rawat jalan dari klinik awam. Tingkat ekonomi atau penghasilan yang rendah akan terkait dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan ataupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin karna tak memiliki cukup uang untuk membeli obat atau membayar tranportasi, (Notoadmodjo,2003).

Tak berpengaruh terhadap metode pandang seseorang dalam kehidupan, masa depan dan pengambilan keputusan. Umur seorang pasien usia 35 tahun dengan 2 orang si kecil balita diperbandingkan dengan penderita lain yang berusia 78 tahun dimana semua anaknya telah mandiri tentu saja berbeda dalam menentukan pilihan untuk menerima kesehatan. Penderita yang dalam usia produktif merasa terpacu untuk sembuh mengingat ia masih muda memiliki harapan hidup yang tinggi, sebagai tulang punggung keluarga , sementara yang tua menyerahkan keputusan pada keluarga atau si kecil-anaknya. Selain sedikit dari mereka merasa telah tua, capek, hanya menunggu waktu, kesudahannya mereka kurang motivasi dalam menjalani terapi pengobatan. Tak juga erat kaitannya dengan prognose penyakit dan harapan hidup mereka yang berusia diatas 55 tahun kecenderungan untuk terjadi berbagai komplikasi yang benar-benar besar seandainya diperbandingkan dengan yang berusia dibawah 40 tahun. Berdasarkan itu kecakapan ekonomi, motivasi atau dukungan keluarga juga berperan dalam ketaatan seseorang menjalani terapi, (Indonesian Nurse, 2008). Penelitian Zuliana, (2009) di puskesmas Survey Labuhan Medan, menampilkan 31,6% pasien tak tunduk dalam menjalani pengobatan, hal ini di karenakan kurangnya dukungan keluarga, imbas sosial ekonomi dan jarak rumah dan daerah pelayanan medis yang cukup jauh membuat pasien tak tunduk terhadap pengobatan.

Ikhtisar permulaan yang dijalankan peneliti pada pasien pasca perawatan di ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu dari 10 orang pasien yang menjalani pengobatan di rumah, 5 orang diantaranya mengatakan tak teratur meminum obat, 2 orang diantaranya mengatakan terlalu mahalnya tarif dan tak mampu membeli obat, 2 orang responden dengan usianya telah tua dan merasa harapan untuk sembuh benar-benar rendah, dan 1 orang responden lagi mengatakan kurang bersemangat sebab merasa bosan seandainya harus meminum obat tiap hari.

Berdasarkan data yang di dapatkan di sub bagian rekam medic di RSUD.M.Yunus Bengkulu, jumlah kunjungan pasien di ruang melati RSUD.M.Yunus Bengkulu, tahun 2008 sebanyak 1941 pasien, tahun 2009 sebanyak 1532 pasien dan pada tahun 2010 sebanyak 1715 pasien dan jumlah kunjungan pada bulan Desember sebanyak 129 pasien.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik dan berkeinginan untuk melaksanakan peneliti dengan judul, hubungan karateristik pasien dengan kepatuhan ekstradisi minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.

B. Biasa Seumpama
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas karenanya didapatkan simpulan persoalan apakah ada hubungan antara karateristik usia, status ekonomi, dan motivasi Dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu 2011.

C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Dikenal
    Untuk mengenal hubungan karateristik pasien dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2011.
  2. Tujuan Situasi
    a. Dikenal ilustrasi kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
    b. Dikenal ilustrasi usia pasien pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
    c. Dikenal ilustrasi motivasi pasien pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
    d. Dikenal ilustrasi status ekonomi pasien pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu,
    e. Dikenal hubungan usia dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
    f. Dikenal adakah hubungan motivasi pasien dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
    g. Dikenal hubungan status ekonomi pasien dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.

D. Manfaat Penelitian

  1. Untuk RSUD Dr. M. yunus Bengkulu
    Hasil penelitian ini diinginkan dapat memberikan isu mengenai karateristik pasien yang terkait dengan dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
  2. Akademis
    Hasil penelitian ini diinginkan dapat memberikan memberikan usulan dalam mempelajari karateristik pasien yang terkait dengan kepatuhan minum obat
  3. Untuk Peneliti Lain
    Hasil penelitian ini diinginkan dapat diterapkan sebagai data dasar untuk penelitian serupa yang akan dikembangkan lebih lanjut.