Pengertian Sintaksis : Fungsi, Konsep, Makalah, Ciri Dan Contohnya

12 min read

Contoh, Ciri Ciri, Makalah, Konsep, Fungsi Dan Pengertian Sintaksi Menurut Para Ahli

Contoh, Ciri Ciri, Makalah, Konsep, Fungsi Dan Pengertian Sintaksi Menurut Para Ahli

Pengertian atau Definisi Sintaksis secara Etimologi
Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ’dengan’ dan kata tattein yang berarti ’menempatkan’. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan gotong royong kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.

Selain dari bahasa Yunani, sintaksis juga berasal dari bahasa Belanda yaitu syntaxis. Sintaksis juga berasal dari bahasa Inggris yaitu syntax. Istilah sintaksis (Belanda, Syntaxis) ialah pecahan atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase (Ramlan 2001:18).

KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.

Kata sebagai pengisi satuan sintaksis, harus dibedakan adanya dua macam kata yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata penuh ialah kata yang secara leksikal mempunyai makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan sanggup berdiri sendiri sebagai sebuah satuan. Yang termasuk kata penuh ialah kata-kata kategori nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia. Misalnya mesjid mempunyai makna ‘ daerah ibadah orang Islam ’.

Sedangkan kata kiprah ialah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan di dalam peraturan dia tidak sanggup berdiri sendiri. Yang termasuk kata kiprah ialah kata-kata kategori preposisi dan konjungsi. Misalnya dan tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai kiprah sintaksis untuk menggabungkan menambah dua buah konstituen.

Contoh, Ciri Ciri, Makalah, Konsep, Fungsi Dan Pengertian Sintaksi Menurut Para Ahli

Kata-kata yang termasuk kata penuh mempunyai kebebasan yang mutlak, atau hampir mutlak sehingga sanggup menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan kata kiprah mempunyai kebebasan yang terbatas, selalu terikat dengan kata yang ada di belakangnya (untuk preposisi), atau yang berada di depannya (untuk posposisi), dan dengan kata-kata yang dirangkaikannya (untuk konjungsi).

Pengertian Frase

Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif (hubungan antara kedua unsur yang membentuk frase tidak berstruktur subjek – predikat atau predikat – objek), atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.

Jenis Frase

Frase Eksosentrik

Frase eksosentrik ialah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai sikap sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.

Frase eksosentris biasanya dibedakan atas frase eksosentris yang direktif atau disebut frase preposisional ( komponen pertamanya berupa preposisi, mirip di, ke, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina) dan non direktif (komponen pertamanya berupa artikulus, mirip si dan sang sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa, atau verba).

Frase Endosentrik

Frase Endosentrik ialah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya mempunyai sikap sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Artinya, salah satu komponennya sanggup menggantikan kedudukan keseluruhannya.

Frase ini disebut juga frase modifikatif lantaran komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti atau hulu (Inggris head) mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya itu. Selain itu disebut juga frase subordinatif lantaran salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku sebagai komponen bawahan.

Dilihat dari kategori pada dasarnya dibedakan adanya frase nominal (frase endosentrik yang pada dasarnya berupa nomina atau pronomina maka frase ini sanggup menggantikan kedudukan kata nominal sebagai pengisi salah satu fungsi sintaksis), frase verbal (frase endosentrik yang pada dasarnya berupa kata verba, maka sanggup menggantikan kedudukan kata verbal dalam sintaksis), frase ajektifa (frase edosentrik yang pada dasarnya berupa kata ajektiv), frase numeralia (frase endosentrik yang pada dasarnya berupa kata numeral).

Frase Koordinatif

Frase koordinatif ialah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial sanggup dihubungkan oleh konjungsi koordinatif. Frase koordinatif tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit disebut frase parataksis.

Frase Apositif

Frase apositif ialah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, oleh lantaran itu urutan komponennya sanggup dipertukarkan.

Perluasan Frase

Salah satu ciri frase ialah sanggup diperluas. Artinya, frase sanggup diberi embel-embel komponen gres sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.

Dalam bahasa Indonesia ekspansi frase tampak sangat produktif. Antara lain lantaran pertama, untuk menyatakan konsep-konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat khusus sekali, biasanya diterangkan secara leksikal. Faktor kedua, bahwa pengungkapan konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan afiks mirip dalam bahasa-bahasa fleksi, melainkan dinyatakan dengan unsur leksikal. Dan faktor lainnya ialah keperluan untuk memberi deskripsi secara terperinci dalam suatu konsep, terutama untuk konsep nomina.

KLAUSA

Pengertian Klausa

Klausa ialah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan.

Klausa berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal lantaran di dalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat. Frase dan kata juga mempunyai potensi untuk menjadi kalimat kalau kepadanya diberi intonasi final; tetapi hanya sebagai kalimat minor, bukan kalimat mayor; sedangkan klausa berpotensi menjadi kalimat mayor.

Jenis Klausa

Berdasarkan strukturnya klausa dibedakan klausa bebas ( klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat; dan mempunyai potensi menjadi kalimat mayor) dan klausa terikat (klausa yang unsurnya tidak lengkap, mungkin hanya subjek saja, objek saja, atau keterangan saja). Klausa terikat diawali dengan konjungsi subordinatif dikenal dengan klausa subordinatif atau klausa bawahan, sedangkan klausa lain yang hadir dalam kalimat beragam disebut klausa atasan atau klausa utama.

Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya sanggup di bedakan: klausa verbal (klausa yang predikatnya berkategori verba). Sesuai dengan adanya tipe verba, dikenal adanya

(1) klausa transitif (klausa yang predikatnya berupa verba transitif);

(2) klausa intransitif (klausa yang predikatnya berupa verba intransitif);

(3) klausa refleksif (klausa yang predikatnya berupa verba refleksif);

(4) klausa resiprokal (klausa yang predikatnya berupa verba resiprokal. Klausa nominal (klausa yang predikatnya berupa nomina atau frase nominal).

Klausa ajektifal (klausa yang predikatnya berkategori ajektifa, baik berupa kata maupun frase). Klausa adverbial (klausa yang predikatnya berupa frase yang berkategori preposisi). Klausa numeral (klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numeralia).

Perlu dicatat juga istilah klausa berpusat dan klausa tak berpusat. Klausa berpusat ialah klausa yang subjeknya terikat di dalam predikatnya, meskipun di daerah lain ada nomina atau frase nomina yang juga berlaku sebagai subjek.

Pengertian Kalimat

Dengan mengaitkan kiprah kalimat sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, kalimat didefinisikan sebagai “ Susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap ”.

Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa) bahwa kalimat ialah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.

Sehingga disimpulkan, bahwa yang penting atau yang menjadi dasar kalimat ialah konstituen dasar dan intonasi final, sedangkan konjungsi hanya ada kalau diperlukan.

Intonasi final yang ada yang memberi ciri kalimat ada tiga, yaitu intonasi deklaratif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda titik; intonasi interogatif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda tanya; dan intonasi seru, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda seru.

Jenis Kalimat

Kalimat Inti dan Kalimat Non-Inti

Kalimat inti, biasa juga disebut kalimat dasar, ialah kalimat yang dibuat dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral, dan afirmatif. Misalnya:

FN + FV + FN + FN : Nenek membacakan kakek komik

Ket : FN=Frase Nominal (diisi sebuah kata nominal); FV=Frase Verbal; FA=Frase Ajektifa; FNum=Frase Numeral; FP=Frase Preposisi.

Kalimat inti sanggup diubah menjadi kalimat noninti dengan banyak sekali proses transformasi:

KALIMAT INTI + PROSES TRANSFORMASI = KALIMAT NONINTI

Ket : Proses Transformasi antara lain transformasi pemasifan, transformasi pengingkaran, transformasi penanyaan, transformasi pemerintahan, transformasi pengonversian, transformasi pelepasan, transformasi penambahan.

Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk

Kalimat tunggal ialah kalimat yang hanya mempunyai satu klausa. Sedangkan kalimat beragam ialah kalimat yang terdapat lebih dari satu klausa.

Berkenaan dengan sifat relasi klausa-klausa dalam kalimat, dibedakan: (1) kalimat beragam koordinatif/ kalimat beragam setara yaitu kalimat beragam yang klausa-klausanya mempunyai status yang sama, yang setara, atau yang sederajat. Secara eksplisit dihubungkan dengan konjungsi koordinatif dan biasanya unsur yang sama disenyawakan atau dirapatkan sehingga disebut kalimat beragam rapatan. (2) Kalimat beragam subordinatif ialah kalimat beragam yang relasi antara klausa-klausanya tidak setara atau sederajat. Klausa yang satu merupakan klausa atasan dan yang lain disebut klausa bawahan. Kedua klausa itu dihubungkan dengan konjungsi subordinatif. Proses terbentuknya kalimat ini sanggup dilihat dari dua sudut bertentangan. Pertama, dipandang sebagai hasil proses menggabungkan dua buah klausa atau lebih, dimana klausa yang satu dianggap sebagai klausa atasan dan yang lain disebut klausa bawahan. Pandangan kedua, konstruksi kalimat subordinatif dianggap sebagai hasil proses ekspansi terhadap salah satu unsur klausanya. (3) Kalimat beragam kompleks yaitu kalimat beragam yang terdiri dari tiga klausa atau lebih, dimana ada yang dihubungkan secara koordinatif dan ada pula yang dihubungkan secara subordinatif. Jadi, kalimat ini merupakan adonan dari kalimat beragam koordinatif dan subordinatif sehingga disebut juga kalimat beragam campuran.

Kalimat Mayor dan Kalimat Minor

Kalimat mayor mempunyai klausa lengkap, sekurang-kurangnya ada unsur subjek dan predikat. Sedangkan kalimat minor klausanya tidak lengkap, entah hanya terdiri subjek saja, predikat saja, objek saja, atau keterangan saja; konteksnya bisa berupa konteks kalimat, konteks situasi, atau juga topik pembicaraan.

Kalimat Verbal dan Kalimat non-Verbal

Kalimat verbal ialah kalimat yang dibuat dari klausa verbal, atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase berkategori verba. Sedangkan kalimat nonverbal ialah kalimat yang predikatnya bukan kata atau frase verbal; bisa nominal, ajektifal, adverbial, atau juga numeralia.

Berkenaan dengan banyaknya jenis atau tipe verbal, biasanya dibedakan:

(1) kalimat transitif ialah kalimat yang predikatnya berupa verba transitif, yaitu verba yang biasanya diikuti oleh sebuah objek kalau verba tersebut bersifat monotrasitif, dan diikuti oleh dua buah objek kalau verba tersebut bersifat bitransitif.

(2) kalimat intransitif ialah kalimat yang predikatnya berupa verba intransitif, yaitu verba yang tidak mempunyai objek.

(3) kalimat aktif ialah kalimat yang predikatnya kata kerja aktif. Verba aktif biasanya ditandai dengan prefiks me- atau memper- biasanya dipertentangkan degan kalimat pasif yang ditandai dengan prefiks di- atau diper- . Ada juga istilah kalimat aktif anti pasif dan kalimat pasif anti aktif sehubungan dengan adanya sejumlah verba aktif yang tidak sanggup dipasifkan dan verba pasif yang tidak sanggup dijadikan verba aktif

(4) kalimat dinamis ialah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis menyatakan tindakan atau gerakan.

(5) kalimat statis ialah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis tidak menyatakan tindakan atau kegiatan. (6) kalimat nonverbal ialah kalimat yang predikatnya bukan verba.

Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat

Kalimat bebas ialah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap, atau sanggup memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa derma kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat ialah kalimat yang tidak sanggup berdiri sendiri sebagai ujaran yang lengkap, atau menjadi pembuka paragraf atau wacana tanpa derma konteks. Biasanya kalimat terikat menggunakan salah satu tanda ketergantungan, mirip penanda rangkaian, penunjukan, dan penanda anaforis.

Dari pembicaraan mengenai kalimat terikat, sanggup disimpulkan bahwa sebuah kalimat tidak harus mempunyai struktur fungsi secara lengkap. Kelengkapan sebuah kalimat serta pemahamannya sangat tergantung pada konteks dan situasinya.

Intonasi Kalimat

Intonasi merupakan ciri utama yang membedakan kalimat dari sebuah klausa, alasannya bisa dikatakan: kalimat minus intonasi sama dengan klausa; atau kalau dibalik; klausa plus intonasi sama dengan kalimat. Jadi, kalau intonasi dari sebuah kalimat ditanggalkan maka sisanya yang tinggal ialah klausa.

Intonasi sanggup diuraikan atas ciri-ciri yang berupa tekanan, tempo, dan nada. Tekanan ialah ciri-ciri suprasegmental yang menyertai suara ujaran. Tempo ialah waktu yang diharapkan untuk melafalkan suatu arus ujaran.

Nada ialah suprasegmental yang diukur berdasarkan kenyaringan suatu segmen dalam suatu arus ujaran. Dalam bahasa Indonesia dikenal tiga macam nada, yang biasa dilambangkan dengan angka “1”, nada sedang dilambangkan dengan angka “2”, dan nada tinggi dilambangkan dengan angka “3”.

contoh: Bacálah buku itu !

2 – 32t / 2 11t #

Ket: n=naik; t=turun; tanda – di atas huruf=tekanan

Tekanan yang berbeda menjadikan intonasinya juga berbeda; akhirnya keseluruhan kalimat itu pun akan berbeda.

Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus, dan Diatesis

Modus

Modus ialah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan berdasarkan tafsiran si pembaca atau sikap si pembicara perihal apa yang diungkapkannya.

Ada beberapa macam modus, antara lain (1) modus indikatif atau modus deklaratif, yaitu modus yang memperlihatkan sikap objektif atau netral; (2) modus optatif, yaitu modus yang memperlihatkan cita-cita atau keinginan; (3) modus imperatif, yaitu modus yang menyatakan perintah, larangan, atau tengahan; (4) modus interogatif, yaitu modus yang menyatakan pertanyaan; (5) modus obligatif, yaitu modus yang menyatakan keharusan; (6) modus desideratif, yaitu modus yang menyatakan keinginan atau kemauan; dan (7) modus kondisional, yaitu modus yang menyatakan persyaratan.

Sesungguhnya yang menjadi pembeda antara kalimat deklaratif, interogatif, imperatif, dan interjektif, ialah modus.

Aspek

Aspek ialah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian, atau proses. Dalam banyak sekali bahasa aspek merupakan kategori gramatikal lantaran dinyatakan secara morfemis. Dalam bahasa Indonesia aspek dinyatakan tidak secara morfemis melainkan dengan banyak sekali cara dan alat leksikal. Dalam bahasa Indonesia aspek juga ada yang sudah dinyatakan secara inhern oleh tipe verbanya.

Berbagai macam aspek dari banyak sekali bahasa, antara lain: (1) aspek kontinuatif, yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung; (2) aspek inseptif, yaitu yang menyatakan insiden atau insiden yang gres mulai; (3) aspek progresif, yaitu aspek yang menyatakan perbuatan sedang berlangsung; (4) aspek repetitif, yaitu yang menyatakan perbuatan itu terjadi berulang-ulang; (5) aspek perefektif, yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai; (6) aspek imperfektif, yaitu yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar; dan (8) aspek sesatif, yaitu yang menyatakan perbuatan berakhir.

Kala

Kala atau tenses ialah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat. Kala ini lazimnya menyatakan waktu sekarang, sudah lampau, dan akan datang. Beberapa bahasa menandai kala itu secara morfemis; artinya, pertanyaan kala itu ditandai dengan bentuk kata tertentu pada verbanya.

Bahasa Indonesia tidak menandai kala secara morfemis, melainkan secara leksikal.

Dalam bahasa Indonesia banyak orang yang mengelirukan konsep kala dengan konsep keterangan waktu sebagai fungsi sintaksis; sehingga mereka menyampaikan kala sudah, sedang, dan akan ialah keterangan waktu. Padahal keterangan waktu, dan keterangan lainnya, sebagai fungsi sintaksis memberi keterangan terhadap keseluruhan kalimat. Posisinya pun sanggup dipindahkan ke awal kalimat atau ke daerah lain; sedangkan kala terikat pada verbanya atau predikatnya. Penyebab kekeliruan itu barangkali lantaran kata-kata mirip sudah, sedang, dan akan itu “sejenis” dengan kata-kata kemarin, tadi, dan besok yang menyatakan waktu; dan kata yang terakhir ini memang sanggup mengisi fungsi keterangan. Mungkin juga lantaran dalam tata bahasa tradisional, istilah keterangan dipakai untuk dua macam konsep, yaitu konsep fungsi sintaksis, dan konsep kategori sintaksis.

Modalitas

Modalitas ialah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau juga sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini sanggup berupa pernyataan kemungkinan, keinginan, atau juga keizinan. Dalam bahasa Indonesia dan sejumlah bahasa lain, modalitas dinyatakan secara leksikal.

Dalam kepustakaan linguistik dikenal adanya beberapa jenis modalitas; antara lain (1) modalitas intensional, yaitu modalitas yang menyatakan keinginan, harapan, permintaan, atau juga ajakan; (2) modalitas epistemik, yaitu modalitas yang menyatakan kemungkinan, kepastian, dan keharusan; (3) modalitas deontik, yaitu modalitas yang menyatakan keizinan atau keperkeaan; dan (4) modalitas diamik, yaitu modalitas yang menyatakan kemampuan.

Fokus

Fokus ialah unsur yang menonjolkan pecahan kalimat sehingga perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada pecahan itu. Ada bahasa yang mengungkapkan fokus ini secara morfemis, dengan menggunakan afiks tertentu; tetapi ada pula yang menggunakan cara lain.

Dalam bahasa Indonesia fokus kalimat sanggup dilakukan dengan banyak sekali cara, antara lain: Pertama, dengan memberi tekanan pada pecahan kalimat yang difokuskan. Kedua, dengan mengedepankan pecahan kalimat yang difokuskan. Ketiga, dengan cara menggunakan partikel pun, yang, tentang, dan ialah pada pecahan kalimat yang difokuskan. Keempat, dengan mengontraskan dua pecahan kalimat. Kelima, dengan menggunakan konstruksi posesif anaforis beranteseden.

Diatesis

Diatesis ialah citra relasi antara pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu.

Ada beberapa macam diatesis, antara lain, (1) diatesis aktif, yakni jikalau subjek yang berbuat atau melaksanakan suatu perbuatan; (2) diatesis pasif, jikalau subjek berbuat atau melaksanakan sesuatu terhadap dirinya sendiri; (3) diatesis refleksi, yakni jikalau subjek berbuat atau melaksanakan sesuatu terhadap dirinya sendiri; (4) diatesis resiprokal, yakni jikalau subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalasan; dan (5) diatesis kausatif, yakni jikalau subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu.

WACANA

Pengertian wacana

Wacana ialah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.

Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau wangsit yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibuat dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal sanggup dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian relasi antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.

Alat Wacana

Alat-alat gramatikal yang sanggup dipakai untuk menciptakan sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain: Pertama, konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraf. Kedua, menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai referensi anaforis sehingga pecahan kalimat yang sama tidak perlu diulang melainkan menggunakan kata ganti. Ketiga, menggunakan elipsis, yaitu penghilangan pecahan kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain.

Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koheren sanggup juga dibuat dengan derma banyak sekali aspek semantik, antara lain: Pertama, menggunakan relasi kontradiksi pada kedua pecahan kalimat yang terdapat dalam wacana itu. Kedua, menggunakan relasi generik – spesifik; atau sebaliknya spesifik – generik. Ketiga, menggunakan relasi perbandingan antara isi kedua pecahan kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Keempat, menggunakan relasi alasannya – akhir di antara isi kedua pecahan kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Kelima, menggunakan relasi tujuan di dalam isi sebuah wacana. Keenam, menggunakan relasi referensi yang sama pada dua pecahan kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana.

Jenis Wacana

Berkenaan dengan sasarannya, yaitu bahasa ekspresi atau bahasa tulis, dilihat adanya wacana ekspresi dan wacana tulis.

Dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik dibagi wacana prosa dan wacana puisi. Selanjutnya, wacana prosa, dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi.

Subsatuan Wacana

Dalam wacana berupa karangan ilmiah, dibangun oleh subsatuan atau sub-subsatuan wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga subparagraf. Namun, dalam wacana –wacana singkat sub-subsatuan wacana tidak ada.

CATATAN MENGENAI HIERARKI SATUAN

Urutan hierarki satuan-satuan linguistik bahwa satuan yang satu tingkat lebih kecil akan membentuk satuan yang lebih besar yaitu : wacana, kalimat, klausa, frase, kata, morfem, fonem. Urutan hierarki tersebut ialah urutan normal teoritis. Dalam praktek berbahasa banyak faktor yang menjadikan terjadinya penyimpangan urutan. Kalau dalam urutan normal kenaikan tingkat atau penurunan tingkat terjadi pada jenjang berikutnya yang satu tingkat ke atas atau satu tingkat ke bawah, maka dalam pelompatan tingkat terjadi peristiwa, sebuah satuan menjadi konstituen dalam jenjang, sekurang-kurangnya, dua tingkat di atasnya. Kasus pelapisan tingkat terjadi kalau sebuah konstituen menjadi unsur konstituen pada konstruksi yang tingkatannya sama. Dan masalah penurunan tingkat terjadi apabila sebuah konstituen menjadi unsur konstituen lain yang tingkatannya lebih rendah sari tingkatan konstituen asalnya.

Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan kata tattein yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan gotong royong kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.

STRUKTUR SINTAKSIS

Secara umum struktur sintaksis terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba, ajektifa, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku, penderita, dan akseptor berkenaan dengan kiprah sintaksis.

Eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan intonasi; bisa juga ditambah dengan konektor yang biasanya disebut konjungsi. Peran ketiga alat sintaksis itu tidak sama antara bahasa yang satu dengan yang lain.

B. Pengertian atau Devinisi Sintaksis dalam Linguistik
Di dalam linguistik, sintaksis (dari Yunani Kuno: συν- syn-, “bersama”, dan τάξις táxis, “pengaturan”) ialah ilmu mengenai prinsip dan peraturan untuk menciptakan kalimat dalam bahasa alami. Selain hukum ini, kata sintaksis juga dipakai untuk merujuk pribadi pada peraturan dan prinsip yang meliputi struktur kalimat dalam bahasa apapun, sebagaimana “sintaksis Irlandia Modern.”

C. Pengertian atau Devinisi Sintaksis dari Berbagai Ahli
Menurut Gleason (1955) “Syntax maybe roughly defined as the principles of arrangement of the construction (word) into large constructions of various kinds.” Artinya ialah sintaksis mungkin dikaitkan dari definisi prinsip aransemen konstruksi (kata) ke dalam konstruksi besar dari beragam variasi.

Berbeda dengan Robert (1964:1) yang beropini bahawa sintaksis ialah bidang tata bahasa yang menelaah relasi kata-kata dalam kalimat dan cara-cara menyusun kata-kata itu untuk membentuk sebuah kalimat. Sejalan dengan itu Ramlan (1976:57) menyebutkan bahawa sintaksis ialah pecahan dari tata bahasa yang membicarakan struktur farase dan kalimat.

Sintaksis ialah pecahan dari pengetahuan linguistik yang menelaah struktur kalimat (Fromkin dan Rodman 1983:200). Sejalan dengan itu, Kridalaksana (1993) beropini bahwa sintaksis ialah subsistem bahasa yang meliputi perihal kata yang sering dianggap pecahan dari gramatika, yaitu morfologi dan cabang linguistik yang mempelajari perihal kata. Selain itu, dia juga mendefinisikan sintaksis sebagai pengaturan dan relasi antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa.

Satuan terkecil dalam bidang ini ialah kata. Menurut pedoman struktural, sintaksis diartikan sebagai subdisiplin linguistik yang mempelajari tata susun frasa hingga kalimat. Dengan demikian ada tiga tataran gramatikal yang menjadi garapan sintaksis, yakni: frasa, klausa, dan kalimat (Suparno 1993: 81).

“The system of the rules and categories that underlines sentence formation in human language” (O’ Grady, et. al. 1997).

Artinya ialah hukum dalam sistem pola kalimat dasar dalam bahasa manusia. Sedangkan Verhaar (1999:161) mendefinisikan bahwa sintaksis ialah tata bahasa yang membahas relasi antar kalimat dalam tuturan. Pendapat tersebut diperkuat oleh Arifin dan Junaiyah (2008:1) bahwa sintaksis membicarakan relasi antarkata dalam tuturan.

Baca Juga: Daun

Pendapat lain perihal pengertian sintaksis bahwa sintaksis merupakan bidang subdisiplin linguistik yang mempelajari relasi antarkata dalam tuturan yang meliputi tata susun frase, tata susun klausa, dan tata susun kalimat dalam suatu bahasa (Arifin 2009).