Pengertian Adil Adalah : Tujuan Jenis, Manfaat Dan Contoh Sikap Adil

6 min read

Pengertian Adil Adalah Tujuan Jenis, Manfaat Dan Contoh Sikap Adil Menurut Para Ahli

Pengertian Adil Adalah Tujuan Jenis, Manfaat Dan Contoh Sikap Adil Menurut Para Ahli

ADIL adalah sebuah kata yang kerap kali kita dengar. Di setiap kalimat yang diungkapkan saat membahas hal-hal berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, hampir senantiasa timbul kata “adil” ini. Lalu, bagaimana sebenarnya makna dari kata “adil” hal yang demikian? Nah, ini yakni suatu hal yang tidak gampang untuk memberi “definisi adil” secara lantas, jelas dan jelas, serta tentu saja dapat memuaskan seluruh pihak. Dan, di Blog ini, aku bukan bermaksud untuk memberikan definisi pasti mengenai “adil”; tapi aku berharap ikut “sharing” dengan Anda tentang bagaimana sebaiknya menyikapi “adil” ini di dalam kehidupan kita.

ecara harfiah, adil artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya. Karena itu, adil yakni memberikan hak terhadap setiap orang yang berhak dan menghukum orang yang bersalah layak dengan tingkat kesalahannya.

Secara bahasa (Indonesia), menurut KBBI, adil yakni sama berat, tidak memihak, tidak berat sebelah, tidak sewenang-wenang, dan berpegang pada kebenaran.

adila sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak: keputusan hakim itu —
a berpihak terhadap yang benar; berpegang pada kebenaran
a mesti; tidak sewenang-wenang: para buruh mengemukakan tuntutan yang —

Menurut istilah, adil yakni mempertimbangkan suatu kebenaran terhadap dua situasi sulit atau bebepara situasi sulit untuk dipecahkan layak dengan undang-undang-undang-undang yang sudah diatur oleh agama.

Salah satu instruksi Allah SWT tentang penegakan keadilan, termaktub dalam QS An-Nisaa’ [4]: 58,

”Sungguh Allah menyuruhmu menyajikan amanat terhadap yang berhak menerimanya, dan bila kau mempertimbangkan undang-undang di antara manusia, hendaknya kau menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-bagus yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar lagi Maha Memperhatikan.”
Allah SWT memberikan instruksi pada manusia untuk berbuat kebaikan, salah satunya dengan menjadi pribadi yang adil. Manusia yang bertaqwa terhadap Allah, akan tumbuh rasa adil dalam dirinya.

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kau jadi orang-orang yang senantiasa menegakkan (kebenaran) sebab Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, menunjang kau untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, sebab adil itu lebih dekat terhadap taqwa. Dan bertaqwalah terhadap Allah, sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan.” (QS. 5:8)

“Hai Daud, sebenarnya Kami mewujudkan kau khalifah (penguasa) di muka bumi, karenanya kasihlah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kau meniru hawa nafsu, sebab dia akan menyesatkan kau dari jalan Allah.sebenarnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapatkan siksa yang berat, sebab mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. 38:26)

Orang yang adil yakni orang yang berjalan lurus dan sikapnya senantiasa memakai ukuran yang sama, bukan ukuran ganda.

Persamaan inilah yang menunjukan orang yang adil tidak berpihak terhadap salah seorang yang berselisih. dan seorang yang adil senantiasa berpihak terhadap yang benar, sebab bagus yang benar ataupun yang salah sama-sama mesti mendapatkan haknya.

Karenanya orang yang adil akan menjalankan sesuatu yang mesti, tidak sewenang-wenang dan berupaya mempertimbangkan perkara secara adil layak undang-undang yang berlaku, tidak memihak terhadap siapa saja dalam mempertimbangkan suatu perkara, membetulkan yang benar dan menyalahkan yang salah.Adil juga dimaknai sebagai penempatan sesuatu pada daerah yang mesti.

Perilaku yang dapat diteladani :

Adil terhadap Allah Ta’ala, yakni dengan tidak berbuat syirik dalam beribadah terhadap-Nya, mengimani nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, menaati-Nya dan tidak bermaksiat terhadap-Nya, senantiasa berdzikir dan tidak melupakan-Nya serta mensyukuri enak-nikmatNya dan tidak mengingkarinya.

Adil terhadap sesama manusia, yakni dengan memberikan hak-hak mereka dengan sempurna tanpa menzhaliminya, layak dengan apa yang menjadi haknya.

Adil dalam perkataan, yakni dengan berkata bagus dan jujur tidak berdusta, berkata kasar, bersumpah palsu, mengghibah saudara seiman dan lain-lain.

Adil terhadap keluarga (buah hati dan istri), yakni dengan tidak melebihkan dan mengutamakan salah seorang di antara mereka atas yang lainnya atau terhadap sebagian atas sebagian yang lainnya.

Adil dalam mempertimbangkan undang-undang dan mempertimbangkan konflik yang terjadi antara sesama manusia, yakni dengan mewujudkan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber undang-undang dan pemutus perkara hal yang demikian.

Adil dalam berkeyakinan, yakni dengan meyakini perkara-perkara yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih dengan keyakinan yang pasti tanpa keraguan sedikitpun dan tidak meyakini hal-hal yang tidak benar yang menyelisihi keduanya.

Tiga Keutamaan Sikap Adil

  1. Lebih dekat terhadap takwa.

Tiap-tiap Muslim tentu berharap menjadi atau termasuk ke dalam golongan orang-orang yang takwa, sebab hal itu yakni orang yang paling mulia di hadapan Allah SWT. ”Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat terhadap takwa. Dan bertakwalah terhadap Allah, sungguh, Allah Mahateliti atas apa yang kau kerjakan.” (QS Almaa’idah [3]: 8).

  1. Dicintai Allah SWT.

Tiap-tiap orang berupaya supaya mempunyai sifat yang membikin Allah SWT menjadi cinta terhadap kita, dan salah satunya yakni berlaku adil. ”… dan berlakulah adil. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS Alhujuraat [49]: 9).

  1. Mendapat keselamatan.

Keselamatan di dunia dan akhirat yakni dambaan setiap insan, apalagi bagi kaum Muslimin. Tiap-tiap manusia akan beradu tanding-laga supaya dapat selamat dan berupaya memperolehnya.

Salah satunya yakni berlaku adil, bagus terhadap orang yang kita menyenangi, ataupun terhadap orang yang kita benci.

”Ada tiga perkara yang dapat menyelamatkan: takut terhadap Allah, bagus pada waktu ngumpet (sepi) ataupun jelas-terangan; berlaku adil, bagus pada waktu rela ataupun naik darah; dan hidup sederhana bagus waktu miskin ataupun kaya.” (HR Thabrani dari Anas RA).

Mengobrol saja, tentang bagaimana “bersikap adil” itu tidak gampang, apalagi tentang bagaimana kita mempraktekkan untuk “bersikap adil”…ini jauh lebih susah lagi. Oleh sebab situasi sulit “adil” ini bukan mengenai situasi sulit sosial atau undang-undang saja, tapi ini sudah sungguh-sungguh menyangkut situasi sulit tanggung jawab akhlak. Dan, bila sudah bicara tentang akhlak, berarti hal ini sudah berkaitan dengan seberapa bagus – buruknya manusia dalam berbuat. Karenanya dari itu, setiap usaha untuk “bersikap adil” atau “bersikap tidak adil” akan senantiasa menuntut “pertanggungjawaban akhlak”, dan ini berkaitan juga dengan hati nurani. Oleh sebab itu, kita mesti merenungkan kembali sikap kita selama ini, yang menyangkut soal keadilan. Bagaimana hati nurani kita?

Sekiranya aku mengamati secara awam atau ilustrasi awam yang berlaku di masyarakat tentang “pengertian adil”, karenanya dapat aku simpulkan bahwa “bersikap adil” berarti menampilkan sikap berpihak terhadap yang benar, tidak berat sebelah, dan tidak memihak salah satunya. Ini simpulan kurang lebih yang berlaku di masyarakat sepanjang pengetahuan aku selama ini. Melainkan, yang menjadi situasi sulit tentang ADIL ini yakni, sudahkah kita seluruh benar-benar mempraktekkannya? Sudahkah kita mencoba untuk bersikap adil yang sebenarnya? Cobalah Anda ikut merenungkannya?

Lazimnya orang mempunyai sudut pandang berbeda tentang “bersikap adil” ini. Pada dasarnya, timbulnya istilah ADIL atau TIDAK ADIL ini sebab berkaitan dengan relasi antar manusia. Dan, bila sudah menyangkut soal relasi antar manusia, pasti akan melibatkan sikap, pandangan, ataupun perasaan emosi kita; karenanya dari itu muncullah istilah ADIL ini. Di bawah ini ada sebagian sudut pandang mengenai “bersikap adil” menurut bahasa aku, yang aku coba uraikan terhadap Anda, sebagai berikut:

@ Adil menurut “egoisme pribadi”:

Pandangan seperti ini tentu saja menilai suatu perbuatan atau perbuatan siapa malah, yang pasti senantiasa dikaitkan dengan keuntungan diri sendiri, seberapa besar keuntungan yang diperolehnya, itulah yang sungguh-sungguh berakibat pada makna adil di sini. Mereka dengan mengerti seperti ini punya kecenderungan tidak berharap tahu orang lain, yang penting yakni keuntungan diri sendiri. Mereka tidak mempunyai “rasa empati” pada sesama, maunya menang sendiri. Dan, penganut mengerti ini pasti akan lantas berteriak bahwa “itu adil” bila dia menerima keuntungan dari perbuatan atau perbuatan itu. Sebaliknya, bila mereka tidak mendapatkan keuntungan apa malah dari suatu perbuatan yang dikerjakan oleh seseorang ataupun oleh suatu lembaga; karenanya mereka akan berkata bahwa itu tidak adil.

@ Adil menurut “egoisme golongan”:

Pandangan tentang adil seperti ini, hampir mirip dengan pandangan adil menurut egoisme pribadi. Bedanya, penganut mengerti ini dapat sedikit berpandangan lebih luas mengenai keadilan, yakni adil untuk kelompoknya sendiri. Sekiranya dia merasa kelompoknya atau keluarganya mendapatkan hasil-hasil bagus dari sesuatu, dari siapa malah, karenanya dia juga akan berseru bahwa itu memang adil. Melainkan, bila kelompoknya tidak mendapatkan hasil layak harapannya atau hanya sedikit menerima komponen, karenanya pasti dia berteriak bahwa itu tidak adil. Paham adil menurut egoisme golongan ini sungguh-sungguh banyak dianut oleh sebagian besar orang di dalam negeri kita ini. Paham ini timbul, sebab tentu adanya kesamaan pandangan diantara masing-masing pribadi yang terlibat, sehingga mereka kemudian dapat bersatu. Mereka yang masuk di dalam mengerti ini, juga mempunyai “rasa empati”, tapi empati ini hanya khusus dimaksudkan terhadap orang-orang yang sepaham dengan dirinya, hanya sebatas empati di dalam kelompoknya.

@ Adil menurut “kelayakan bagi orang lain”:

Inilah pandangan yang dikendalikan oleh orang-orang dengan idealisme tinggi dan penuh rasa peduli dengan sesama. Mereka dengan mengerti seperti ini akan senantiasa memperjuangkan “rasa keadilan” bagi sesama. Tiap-tiap perbuatan yang dikerjakan oleh siapa malah, senantiasa dicermati dengan sudut pandang, seberapa jauh perbuatan itu dapat bermanfaat bagi banyak orang. Sekiranya dirasa bahwa perbuatan itu benar-benar dapat membawa manfaat bagi banyak orang, karenanya itu sudah dianggapnya “adil”. Sebaliknya, padahal perbuatan itu dapat dinikmati oleh sekelompok orang sudah adil, tapi menurut pemegang mengerti ini, hal itu masih dianggap “tidak adil”, sebab perbuatan hal yang demikian hanya bermanfaat bagi sekelompok golongan kecil saja. Mereka yang menunjang mengerti ini, cenderung mempunyai “rasa empati” sungguh-sungguh tinggi terhadap orang lain yang “tidak menerima keadilan”. Bahkan mereka cenderung lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri.

@ Adil menurut “kesamaan derajat”:

Menurut aku inilah sebagian besar “mengerti keadilan” yang banyak dikendalikan oleh orang. Mungkin juga Anda termasuk di dalamnya. Penganut mengerti ini, aku pikir memang dapat lebih bersikap adil, bagus terhadap sesama orang, ataupun terhadap dirinya sendiri. Ini bagi aku yakni mengerti yang paling layak dan ideal untuk seluruh orang. Oleh sebab dengan memahami adanya “kesamaan derajat” diantara sesama manusia, karenanya kita tentu dapat lebih “proporsional” dalam hal berlaku adil ini. Kita dapat berlaku adil untuk sesama orang, dan kita juga dapat berlaku adil untuk diri kita sendiri, sebab “derajat” kita sebagai sesama manusia sebenarnya memang sama. Mereka ini malah juga mempunyai “rasa empati” terhadap sesamanya. Rasa empati yang dimiliki oleh orang dengan mengerti “adil menurut kesamaan derajat” ini lebih bersifat proporsional juga, tidak berlebihan, sehingga mereka dapat bersikap lebih arif, bagus terhadap orang lain ataupun terhadap dirinya sendiri.

@ Adil menurut “undang-undang”:

Nah, mengerti yang ini beda dengan mengerti yang lainnya. Sekiranya adil menurut undang-undang ini, kita seluruh sebagai warga masyarakat tentu saja berharap atau tidak berharap…ya mesti tunduk dengan wujud keadilan semacam ini. Oleh sebab, menurut undang-undang yang berlaku di masing-masing Negara, seluruh orang sebenarnya mempunyai persamaan hak dan keharusannya, tidak dibeda-bedakan. Mengapa juga undang-undang yang ada di dalam undang-undang Agama, setiap orang punya hak dan keharusan sama. Ini sebuah prinsip undang-undang, padahal di dalam pelaksanaannya konsisten saja ada penyimpangan-penyimpangan yang dikerjakan oleh manusia. Sekiranya senantiasa ada penyimpangan? Jawabannya, sebab kita ini juga diberi pengaruh oleh beraneka mengerti yang lainnya, tiga mengerti sebelumnya hal yang demikian. Ketiga mengerti tentang adil yang aku sebut sebelumnya di awal tadi, pasti juga berakibat terhadap pengambilan keputusan seseorang dalam menyikapi suatu keadilan.

Kelima uraian tentang pengertian adil di atas, sudah aku coba berikan ke Anda. Dari 5 (Lima) tipe uraian tentang adil hal yang demikian, setidaknya setiap orang pasti akan senantiasa terlibat di dalam dua opsi yang tidak mungkin terpisahkan. Dua opsi yang pasti ada di dalam pemikiran setiap orang, umpamanya Anda punya mengerti “adil menurut kesamaan derajat”, pasti Anda juga menganut mengerti “adil menurut undang-undang”. Oleh sebab mengerti “adil menurut undang-undang” ini mesti kita pegang, dan bersifat mesti bagi seluruh orang.

Sekiranya Anda para pembaca budiman mempunyai konsep adil menurut pandangan Anda, karenanya sungguh menyenangkan bila Anda juga berharap berbagi pengetahuan Anda itu dengan aku. Konsep Adil di atas hal yang demikian menurut hemat aku yakni mewakili konsep sebagian besar dari kita, yang terbersit di dalam pemikiran kebanyakan orang.