Pengertian Metakognisi : Contoh, Indikator Dan Fungsi Metakognitif

8 min read

Pengertian Metakognisi

Pengertian, Fungsi, Contoh Dan Komponen Metakognitif

Penjelasan Metakognisi – Belajar adalah proses mental yang aktif untuk mendapatkan, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak.

Belajar adalah aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks dan saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah akan kehilangan makna.

Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.

Pengertian Metakognitif

Istilah Metakognitif awam disebut dengan metakognisi (metacognition) lahir pada tahun 1979. Istilah metakognitif ditemukan oleh seorang ilmuwan pengajaran yang bernama flavell. Maksud dari kata ini tidak cuma sebatas kognitif atau berdaya upaya saja namun satu tingkat lebih tinggi dari berdaya upaya atau awam disebut dengan thinking about thinking yang artinya berdaya upaya perihal.

Proses berdaya upaya itu sendiri. Dari sini bisa kita ketahui bahwa metakognitif ialah sebuah kesanggupan manusia untuk mengontrol atau pemantauan pikiran, apabila diterapkan dalam dunia pengajaran bahasa aplikasinya metakognitif ialah kesanggupan peserta didik atau siswa dalam memonitor (mengawasi), merencanakan serta mengevaluasi sebuah proses pelajaran.

Jika teori metakognitif diterapkan maka seorang siswa diharapkan bisa bersikap mandiri dalam hal materi atau ilmu yang dipelajari, bersikap jujur terhadap kesanggupan masing-masing diri bagus kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, dan berani mencoba perkara baru guna menggali pengetahuan dan meningkatkan kecakapannya.

Fungsi Metakognitif

Kecerdasan metakognitif penting dimiliki oleh setiap siswa atau manusia biasanya. Sebab Fungsi metakognitif yaitu upaya sadar diri terhadap ketertarikan dan kesanggupan siswa. Kecerdasan metakognitif dibagi menjadi dua ialah.

Kecerdasan metakognitif Self assessment
kecerdasan ini lebih condong terhadap kesanggupan siswa dalam mengenal kesanggupan kognitifnya atau berpikirnya secara mandiri.

Kecerdasan metakognitif Self management
kecerdasan ini diharapkan seorang siswa mampu mengelola dan mengontrol perkembangan kognisi atau berpikirnya tanpa meminta bantuan orang lain.

Kurikulum 2013 telah mulai dikerjakan, menurut para pakar dan perumus kurikulum 2013 ini kecerdasan yang akan dibidik ialah kecerdasan metakognitif siswa.

Tapi ini dikarenakan kurikulum-kurikulum sebelumnya masih mengandalkan orang lain dalam mencerdaskan diri sendiri seorang siswa, padahal kurikulum yang terakhir sebelum kurikulum 2013 juga diharapkan seorang siswa mampu bersikap mandiri, namun konsisten saja peran guru atau pembimbing lebih besar dari pada peran siswa itu sendiri.

Pada kurikulum 2013 yang baru ini seorang siswa diharapkan mampu bersikap mandiri dan tahu apa yang telah dipelajari, apa yang sedang dipelajari, dan apa yang semestinya dipelajari. Sebuah figur penarapan dari kecerdasan metakognitif ialah umpamanya ada siswa yang sedang belajar perihal organ tubuh manusia, maka siswa semestinya berdaya upaya sendiri menganalis dari materi tersebut.

Apa yang telah diketahui perihal organ tubuh, dan juga mampu memilah meteri mana yang semestinya dipelajari dalam materi organ tubuh itu sendiri. Jadi siswa diharapkan mampu kejataman berdaya upaya guna menganalisis dirinya sendiri.

Pada kurikulum 2006 fungsi dan tugas guru ialah sebagai fasilitator dalam kesibukan pembalajaran siswa, langsung bagaimana peran guru dalam kurikulum 2013 ini yang mengedepankan kecerdasan seorang kemandirian siswa?. Untuk review tugas dan peran guru bisa disimak dalam artikel yang berjudul tugas dan peran guru dalam kurikulum 2013

Seiring dengan perkembangan psikologi kognitif, maka berkembang pula metode pendidik dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terlebih untuk domain kognitif. Dikala ini, pendidik dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar cuma memberikan penekanan pada tujuan kognitif tanpa memperhatikan dimensi proses kognitif, terlebih pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif.

Akhirnya upaya-upaya untuk menyajikan metakognisi dalam menuntaskan situasi sulit matematika terhadap peserta didik betul-betul kurang atau malah cenderung dikesampingkan.

Pengertian Kognitif Menurut Para Ahli

Metakognisi adalah suatu istilah yang dipersembahkan oleh Flavell pada tahun 1976 dan menimbulkan banyak polemik pada pendefinisiannya. Tapi ini berdampak bahwa metakognisi tidak selalu sama didalam bermacam-macam tipe bidang penelitian psikologi, dan juga tidak bisa diterapkan pada satu bidang psikologi saja.

Sebab demikian, pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para peneliti bidang psikologi dan menurut para ahli, pada biasanya memberikan penekanan pada kesadaran berdaya upaya seseorang perihal proses berpikirnya sendiri (Flavel, 1976).


Anderson & Kathwohl (2001) mengucapkan bahwa metakognisi adalah pengetahuan perihal kognisi, secara awam sama dengan kesadaran dan pengetahuan perihal kognisi diri seseorang. Sebab itu bisa dikatakan bahwa metakognisi ialah kesadaran perihal apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui.

Sedang strategi metakognisi mengacu terhadap metode untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berdaya upaya dan pelajaran yang berlaku sehingga apabila kesadaran ini terwujud, maka akan muncul keterampilan metakognitif di mana seseorang bisa mengawal pikirannya dengan merancang, memantau dan mengevaluasi apa yang dipelajarinya.

Van Hount-Woltes (2006) setuju bahwa keterampilan metakognitif berisi kesibukan di fase orientasi, penyesuaian pemantauan, perencanaan, evaluasi dan refleksi. Penelitian sebelumnya juga mewakili banyak kelompok ini disimpulkan oleh Veenman dkk (1997), ada tiga tahap penting selama proses kontrol metakognitif ialah: perencanaan, monitoring dan evaluasi.

Tapi dengan penelitian sebelumnya, Hong (1999) mengacu pada kesibukan metakognitif terdiri dari tindakan seperti perencanaan atau penetapan tujuan dan pemantauan solusi.

Minnaert dan Janssen (1999) dalam studinya yang menerapkan kuesioner dengan pertanyaan metakognitif mengacu pada kesibukan di tahap penetapan tujuan, orientasi, perencanaan, pemantauan, pengujian, mendiagnosa, evaluasi dan refleksi. Malpass dkk (1999) mendefinisikan metakognisi sebagai konsistensi kesadaran yang terdiri dari, perencanaan, evaluasi, dan pemantauan.

Desoete (2001) mengucapkan bahwa metakognisi memiliki tiga bagian pada penyelesaian situasi sulit fisika dalam pelajaran, ialah: (a) pengetahuan metakognitif, (b) keterampilan metakognitif, dan (c) kepercayaan metakognitif. Sebab akhir-akhir ini ini, perbedaan paling awam dalam metakognisi ialah memisahkan pengetahuan metakognitif dari keterampilan metakognitif.

Pengetahuan metakognitif mengacu terhadap pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional seseorang pada penyelesaian situasi sulit. Menurut keterampilan metakognitif mengacu terhadap keterampilan perencanaan (planning skills), keterampilan monitroring (monitoring skills), keterampilan evaluasi (evaluation skills) dan keterampilan prediksi (prediction skills) ( Wall K et,al., 2009 ).
Padahal Brown (1980), keterampilan metakognitif bisa diamati sebagai pengaturan orang-orang yang memiliki lebih dari proses kognitif mereka sendiri.

Sejumlah besar data telah terakumulasi pada empat keterampilan metakognitif ialah: prediksi, perencanaan, pemantauan, dan evaluasi (Lucangeli & Cornoldi, 1997). Dalam fisika, prediksi mengacu pada kesibukan yang bertujuan untuk membedakan latihan yang susah dan yang mudah.

Komponen Metakognisi

Perencanaan melibatkan analisa latihan, mengambil relevan domain spesifik pengetahuan keterampilan dan sekuensing pemecahan situasi sulit yang strategis. Pemantauan ini berhubungan dengan pertanyaan seperti

“Apakah aku telah mengikuti agenda aku?” “Apakah ini agenda kerja”? “Apakah aku semestinya menerapkan kertas dan pensil untuk menuntaskan situasi sulit?” Dan sebagainya. Menurut dalam evaluasi mengevaluasi sendiri jawaban dan proses mendapatkan jawaban, Komponen Metkognisi;

1) Keterampilan perencanaan (planning skills)
Perencanaan ialah keterampilan yang mengutamakan proses sistematis dan berfikir dalam pemecahan situasi sulit, yang bertujuan adanya solusi dalam suatu pilihan. Keterampilan perencanaan tidak cuma menolong untuk mewujudkan solusi namun juga menolong untuk lebih memahami situasi sulit itu sendiri.

Jadi sebuah usulan lebih diutamakan dibanding berita awal. Jika perencanaan menggiring kita untuk berfikir kembali atau merangkai situasi sulit kembali. Ungkapan tersebut memberikan gambaran yang terang bahwa susah untuk menghindarkan diri dari situasi sulit, karena situasi sulit telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan, bagus kehidupan sosial, ataupun kehidupan profesional.

Untuk itulah pengaturan atas metode pemecahan situasi sulit menjadi betul-betul penting supaya terhindar dari tindakan Jump to conclusion, ialah proses penarikan rangkuman terhadap suatu situasi sulit tanpa via proses analisa situasi sulit secara benar, serta didorong oleh bukti-bukti atau berita yang cermat Hamalik (2002).

Aqib (2003), mengucapkan bahwa perencanaan bisa menolong dalam memahami situasi sulit yang kompleks menjadi lebih sederhana. Keberhasilan suatu kesibukan betul-betul ditetapkan oleh perencanaannya.

Tapi perencanaan suatu kesibukan dirancang dengan bagus, maka kesibukan akan mudah dikerjakan, terarah, serta terkendali. Sebab pula halnya dengan proses belajar mengajar, supaya proses proses tersebut berjalan dengan bagus maka dibutuhkan perencanaan pelajaran yang bagus pula. Jadi, bisa disimpulkan bahwa dengan adanya keterampilan perencanaan maka suatu proses pemecahan situasi sulit akan mendapatkan hasil yang lebih bagus.

2) Keterampilan monitoring (monitoring skill)
Monitoring ialah pemantauan yang bisa dijelaskan sebagai kesadaran (awareness) perihal apa yang berharap diketahui, pemantauan berkadar tingkat tinggi dikerjakan supaya bisa membikin pengevaluasian via waktu yang memperlihatkan pergerakan ke arah tujuan atau menjauh dari itu.

Monitoring akan memberikan berita perihal status dan kecenderungan bahwa pengevaluasian dan evaluasi yang diatasi berulang dari waktu ke waktu. Monitoring biasanya dikerjakan untuk tujuan tertentu, diantaranya ialah untuk memeriksa terhadap proses atau untuk mengevaluasi situasi (Arikunto, 2004).

Monitoring menyediakan data dasar untuk menjawab situasi sulit, padahal evaluasi ialah memposisikan data-data tersebut supaya bisa diterapkan dan diharapkan memberikan nilai tambah. Sebab tanpa monitoring, evaluasi tidak bisa dikerjakan karena tidak memiliki data dasar untuk dikerjakan analisa, dan dikhawatirkan akan mengakibatkan spekulasi, oleh karena itu monitoring dan evaluasi semestinya berjalan seiring.

Arti Metakognitif Dalam RPP

Arti Metakognitif ialah keterampilan dalam proses pengumpulan dan analisa berita (menurut indikator yg ditetapkan) secara sistematis dan berkelanjut perihal kesibukan belajar sehingga bisa dikerjakan tindakan koreksi untuk penyempurnaan kesibukan selanjutnya. Mulyasa (2006) menceritakan tujuan monitoring ialah untuk:

(1) menganalisis apakah kesibukan-kesibukan yang dikerjakan telah cocok dengan agenda,

(2) mengidentifikasi situasi sulit yang muncul supaya langsung bisa diatasi, (3) melakukan pengevaluasian apakah pola yang diterapkan telah tepat untuk mencapai tujuan pelajaran,

(4) mengenal kaitan antara kesibukan dengan tujuan untuk mendapatkan ukuran kemajuan,

(5) menyesuaikan kesibukan dengan lingkungan yang berubah, tanpa menyimpang dari tujuan.

3) Keterampilan evaluasi (evaluation skills)
Evaluasi ialah proses pengevaluasian pencapaian tujuan dan pengungkapan situasi sulit daya kerja untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas daya kerja itu sendiri.

Keterampilan evaluasi betul-betul dibutuhkan oleh peserta didik dalam kesibukan pelajaran. Adapun tujuan dari keterampilan evaluasi ialah untuk mendapatkan berita dan menarik pelajaran dari pengalaman dari kesibukan yang baru selesai dikerjakan, ataupun yang telah berfungsi sebagai umpan balik bagi pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, proses, pemantauan dan pengaturan pelajaran selanjutnya (Sukmadinata, 2004).

Arikunto (2006), mengucapkan bahwa pentingnya evaluasi ialah untuk:

(1) memperlihatkan keberhasilan atau kegagalan dari kesibukan,

(2) memperlihatkan di mana dan bagaimana perlu dikerjakan perubahan-perubahan,

(3) menetapkan bagaimana tenaga atau potensi bisa ditingkatkan,

(4) memberikan berita untuk membikin perencanaan dan pengambilan keputusan,

(5) menolong untuk bisa memperhatikan konteks dengan lebih luas serta implikasinya terhadap daya kerja peserta didik dalam kesibukan pelajaran.

4) Keterampilan prediksi (prediction skills)
Prediksi ialah ramalan perihal kejadian yang bisa diamati diwaktu yang akan datang. Prediksi didasarkan pada observasi yang cermat dan inferensi perihal relasi antara beberapa kejadian yang telah diobservasi. Perbedaan inferensi dan prediksi ialah: inferensi semestinya didorong oleh fakta hasil observasi, padahal prediksi dikerjakan dengan meramalkan apa yang akan terjadi kemudian menurut data pada dikala pengamatan dikerjakan (Rustaman, 2003).

Indikator Metakognitif

Pada keterampilan ini peserta didik diajak untuk melibatkan pengetahuan yang telah diperolehnya dulu untuk digabungkan dengan berita yang didapat dari teks yang dibaca untuk kemudian diterapkan dalam mengimajinasikan kemungkinan yang akan terjadi berdasar atas gabungan berita yang telah dimilikinya. Setidaknya peserta didik diharapkan bisa membikin dugaan perihal topik dari alinea selanjutnya.


Keterampilan metakognitif melibatkan pengetahuan dan kesadaran seseorang perihal kesibukan kognitifnya sendiri atau seluruh sesuatu yang berhubungan dengan kesibukan kognitifnya (Livingston, 1997; Schoenfeld, 1992; dan Sukarnan, 2005). Dengan demikian, kesibukan kognitif seseorang seperti perencanaan, monitoring, dan mengevaluasi penyelesaian suatu tugas tertentu ialah keterampilan metakognitif secara natural.
Moore (2004) mengucapkan bahwa:

“Metacognition refers to the understanding of knowledge, an understanding that can be reflected in either effective use or overt description of the knowledge in question. It is clear in the research data that any definition should describe two distinct yet compensatory competencies:

1) awareness about what it is that is known (knowledge of cognition) and

2) how to regulate the system effectively (regulation of cognition). The research literature reflects on overall acceptance of “knowledge of cognition.” It includes declarative, procedural, and conditional knowledge, and “regulation of cognition” includes planning, prediction, monitoring, testing, revising, checking, and evaluating activities”.

Moore (Livingston, 1997; Schoenfeld, 1992; dan Sukarnan, 2005)

“Metakognisi mengacu pada pemahaman seseorang perihal pengetahuannya, sehingga pemahaman yang mendalam perihal pengetahuannya akan mencerminkan penerapannya yang tepat sasaran atau uraian yang terang perihal pengetahuan yang dipermasalahkan.

Tapi ini memperlihatkan bahwa pengetahuan kognisi ialah kesadaran seseorang perihal apa yang sesungguhnya diketahuinya dan aturan kognisi ialah bagaimana seseorang mengontrol kesibukan kognisinya secara tepat sasaran. Sebab itu, pengetahuan kognisi memuat pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional, padahal aturan kognisi mencakup kesibukan perencanaan, prediksi, monitoring (pemantauan), pengujian, koreksi (revisi), pengecekan (pemeriksaan), dan evaluasi”.

Sebab, situasi sulit pelajaran yang memberdayakan keterampilan metakognitif belum banyak terbongkar.

Jika pelajaran dan pengajaran yang berkualitas berhubungan dengan kesanggupan berdaya upaya. Kemampuan selama ini belum membelajarkan peserta didik memiliki kesanggupan berdaya upaya untuk menyadari apa yang telah dipelajari.

Memberdayakan peserta didik berdaya upaya kreatif dan antusias serta bermotivasi untuk mengenal obyek belajarnya via pelibatan aktif belajar, bagus menuntaskan situasi sulit riil dalam kehidupannya, ataupun menstimulasi peserta didik untuk selalu tanggap terhadap situasi sulit yang ada di lingkungan sekitarnya (Winarno, 2000).

Peningkatan keterampilan metakognitif secara signifikan ialah efek yang diwujudkan dari pelajaran, bagus pada diri peserta didik, institusi ataupun masyarakat, karena itu perlu dipertimbangkan strategi pelajaran yang berpotensi untuk membongkar keterampilam metakognitif.

Pelajaran berdaya upaya tingkat tinggi bisa diberdayakan dengan memberdayakan keterampilan metakognitif. Keterampilan metakognitif berhubungan strategi ataupun pelatihan metakognitif dan bisa dikembangkan via pelajaran kooperatif. Salah satu pelajaran kooperatif yang bisa diterapkan untuk mengembangkan keterampilan metakognitif peserta didik ialah via figur pelajaran kooperatif tipe TAI.

Pada pelajaran kooperatif tipe TAI bisa dikembangkan keterampilan metakognitif karena pada pelajaran kooperatif terjadi komunikasi, di antara member kelompok. Komunikasi di antara member kelompok kooperatif terjadi dengan bagus karena adanya keterampilan mental, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap member kelompok, dan adanya tujuan yang semestinya ditempuh (Abdurrahman, 2003).

Keterampilan Metakognitif

Pentingnya belajar fisika, kecuali menganalisis pengetahuan perihal fenomena-fenomena alam, juga usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap, keterampilan berdaya upaya, serta meningkatkan keterampilan untuk melakukan metode penelusuran ilmiah dalam bidang fisika via langkah-langkah metode ilmiah.

Pelajaran karakteristik fisika dan fenomena-fenomena pelajaran di sekolah selama ini, ada banyak penyebab situasi sulit proses dan hasil belajar peserta didik dalam belajar fisika yang dirasa kurang maksimal, salah satunya diduga berhubungan erat dengan kesanggupan berdaya upaya. Pelajaran berdaya upaya yang penting bagi peserta didik ialah kesanggupan metakognitif, karena peserta didik mengenal belajar secara sadar.

Sebaliknya, apabila peserta didik belajar dengan terpaksa supaya bisa lulus ujian dengan bagus, hal ini berbeda maknanya bagi peserta didik. Peserta didik bisa mencapai situasi belajar secara sadar, menurut Vygotsky ditekankan pada sosiokultural dalam pelajaran, ialah interaksi sosial via dialog dan komunikasi verbal. Kemampuan yang menekankan pada sosiokultural ialah pelajaran kooperatif. Kemampuan kooperatif bisa meningkatkan kesanggupan berdaya upaya peserta didik (Smith,1984 dalam Corebima, 2006).

Baca Juga: Nepotisme

Kemampuan kooperatif berkontribusi pada hasil belajar dan menolong peserta didik memahami konsep-konsep yang susah, serta bisa mendapatkan hasil belajar tampak dalam tugas pelajaran akademik. Kemampuan kooperatif ini berguna bagi peserta didik untuk menjadi tutor sebaya bagi peserta didik lain yang berkemampuan rendah, untuk meningkatkan kesanggupan akademik peserta didik yang berkemampuan tinggi, untuk menumbuhkan kesanggupan kerjasama dan kesanggupan metakognitif.Keterampilan Metakognitif