Sejarah Kerajaan Ternate Dan Tidore : Raja, Sistem, Penyebab

4 min read

Raja, Peninggalan, Sistem, Raja Dan Sejarah Kerajaan Ternate Dan Tidore

Raja, Peninggalan, Sistem, Raja Dan Sejarah Kerajaan Ternate Dan Tidore

Ternate merupakan kerajaan Islam di timur yang berdiri pada kurun ke-13 dengan raja Zainal Abidin (1486-1500). Zainal Abidin ialah murid dari Sunan Giri di Kerajaan Demak.Sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore dalam artikel ini mencoba mendeskripsikan wacana sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore.

Di Kepulauan Maluku pada mulanya terdapat empat buah kerajaan, yaitu : Bacan, Jailolo, Ternate, dan Tidore. Di antara empat kerajaan itu yang jadinya berperanan penting ialah Kerajaan Ternate dan Tidore. Wilayah Kerajaan Ternate dan Tidore mencakup Kepulauan Maluku dan Irian.

Pentingnya peranan Ternate dan Tidore sebab kedua-duanya sebagai penghasil rempah-rempah (pala dan cengkeh). Oleh sebab itu, banyak pedagang yang berasal dari Jawa Timur ( antara lain Gresik) tiba ke sana. Mereka membawa barang-barang dagangan mirip : beras, kacang-kacangan, garam, dll.

Barang-barang tersebut di Ternate dan Tidore ditukar dengan rempah-rempah. Kecuali pedagang-pedagang dari Gresik, bangsa Barat pun tiba juga di tempat tersebut dengan maksud yang sama. Pedagang-pedagang dari Gresik itu di samping membeli rempah-rempah juga menyiarkan agama Islam. Dengan demikian pada kurun ke-15 agama Islam sudah tersiar di Kepulauan Maluku, antara lain di Ternate dan Tidore.

kerajaan ternate dan tidore, sejarah ternate dan tidore

Dalam perkembangan selanjutnya ternyata Ternate bersaing dengan Tidore untuk mampu menguasai perdagangan rempah-rempah. Oleh sebab itu, baik Ternate maupun Tidore membentuk suatu Persekutuan Dagang yang di sebut :

*Persekutuan Uli Lima yang berarti komplotan lima (lima bersaudara), yang dipimpin oleh Ternate dengan daerah-daerahnya di : Ambon, Seram, Ubi, dan Bacan.
*Persekutuan Uli Siwa yang berarti komplotan sembilan (sembilan bersaudara), yang dipimpin oleh Tidore dengan daerah-daerahnya di : Jailolo (Halmahera), Makian, dan pulau-pulau di sekitarnya hingga Irian.

Raja, Peninggalan, Sistem, Raja Dan Sejarah Kerajaan Ternate Dan Tidore

Kerajaan Tidore berdiri di pulau lainnya dengan Sultan Mansur sebagai raja. Di Maluku terdapat dua kerajaan yang berpangaruh, yakni Ternate dan Tidore. Kerajaan Ternate terdiri dari komplotan lima daerah, yaitu Ternate, Obi, Bacan, Seram, Ambon, (disebut Uli Lima) sebagai pimpinannya ialah Ternate.

Adapun Tidore terdiri dari sembilan satuan negara disebut Uli Siwa yang terdiri dari Makyan, Jailolo, dan tempat antara Halmahera-Irian. Kerajaan yang terletak di Indonesia Timur menjadi incaran para pedagang sebab Maluku kaya akan rempah-rempah.

Pada masa itu, kepulauan maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar sehingga di juluki sebagai “The Spicy Island”. Rempah-rempah menjadi komoditas utama dalam dunia perdagangan pada ketika itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang tiba dan bertujuan ke sana, melewati rute perdagangan tersebut agama islam meluas ke maluku, mirip Ambon, ternate, dan tidore. Keadaan mirip ini, telah mensugesti aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Tanah di Kepulauan maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak menunjukkan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada kurun ke 12 M undangan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi yang penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari maluku menyebabkan terbentuknya persekutuan.

Selain itu mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat. Rakyat Maluku, yang didominasi oleh acara perekonomian sepertinya tidak begitu banyak memiliki kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam bentuk kebudayaan.

Jenis-jenis kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita ketahui semenjak dari zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam mirip Ternate dan Tidore. Kedatangan Islam ke Maluku tidak mampu dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara sentra kemudian lintas internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku.

Menurut tradisi setempat, semenjak kurun ke-14, Islam sudah masuk tempat Maluku. Raja Ternate kedua belas, Molomateya (1350-1357) erat karib dengan orang Arab yang memberi petunjuk mengenai cara menciptakan kapal. Kerajaan Ternate cepat berkembang berkat hasil rempah-rempah terutama cengkih.

Kerajaan Makassar dan Si Ayam Jantan dari Timur Ternate dan Tidore hidup berdampingan secara damai. Namun, kedamaian itu tidak berlangsung selamanya. Setelah Portugis dan Spanyol tiba ke Maluku, kedua kerajaan berhasil diadu domba. Akibatnya, antara kedua kerajaan tersebut terjadi persaingan.

Portugis yang masuk Maluku pada tahun 1512 menjadikan Ternate sebagai sekutunya dengan membangun benteng Sao Paulo. Spanyol yang masuk Maluku pada tahun 1521 menjadikan Tidore sebagai sekutunya.

Dengan berkuasanya kedua bangsa Eropa itu di Tidore dan Ternate, terjadi pertikaian terus-menerus. Hal itu terjadi sebab kedua bangsa itu sama-sama ingin memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan tersebut. Ketika bangsa Portugis tiba ke Ternate, mereka bersekutu dengan bangsa itu (1512). Demikian juga ketika bangsa Spanyol tiba ke Tidore, mereka juga bersekutu dengan bangsa itu (1512). Portugis jadinya mampu mendirikan benteng Sao Paulo di Ternate dan banyak melaksanakan monopoli perdagangan.

Di lain pihak, ternyata bangsa Eropa itu bukan hanya berdagang tetapi juga berusaha membuatkan anutan agama mereka. Penyebaran agama ini menerima tantangan dari Raja Ternate, Sultan Khairun (1550-1570). Ketika diajak berunding oleh Belanda di benteng Sao Paulo, Sultan Khairun dibunuh oleh Portugis.

Setelah sadar bahwa mereka diadu domba, kekerabatan kedua kerajaan membaik kembali. Sultan Khairun kemudian digantikan oleh Sultan Baabullah (1570-1583). Pada masa pemerintahannya, Portugis berhasil diusir dari Ternate. Keberhasilan itu tidak terlepas dari santunan Sultan Tidore. Sultan Khairun juga berhasil memperluas tempat kekuasaan Ternate hingga ke Filipina. Sementara itu, Kerajaan Tidore mengalami kemajuan pada masa pemerintahan Sultan Nuku.

Sultan Nuku berhasil memperluas efek Tidore hingga ke Halmahera, Seram, bahkan Kai di selatan dan Misol di Irian. Dengan masuknya Spanyol dan Portugis ke Maluku, kehidupan beragama dan bermasyarakat di Maluku jadi beragam: ada Katolik, Protestan, dan Islam. Pengaruh Islam sangat terasa di Ternate dan Tidore.

Pengaruh Protestan sangat terasa di Maluku bab tengah dan efek Kristen sangat terasa di sekitar Maluku bab selatan. Maluku ialah tempat penghasil rempah-rempah yang sangat populer bahkan hingga ke Eropa. Itulah komoditi yang menarik orang-orang Eropa dan Asia tiba ke Nusantara.

Para pedagang itu membawa barang-barangnya dan menukarkannya dengan rempah-rempah. Proses perdagangan ini pada awalnya menguntungkan masyarakat setempat. Namun, dengan berlakunya politik monopoli perdagangan, terjadi kemunduran di banyak sekali bidang, termasuk kesejahteraan masyarakat.

Sultan Baabullah (1570-1583) memimpin perlawanan untuk mengenyahkan Portugis dari Maluku sebagai jawaban terhadap selesai hayat ayahnya. Benteng Portugis dikepung selama 5 tahun, tetapi tidak berhasil.

Sultan Tidore yang berselisih dengan Ternate kemudian membantu melawan Portugis. Akhirnya, benteng Portugis mampu dikuasai sesudah Portugis mengalah sebab dikepung dan kekurangan makanan. Tokoh dari Tidore yang anti-Portugis ialah Sultan Nuku.

Pada tanggal 17 Juli 1780, Pata Alam dinobatkan sebagai vasal dari VOC dengan kewajiban menjaga keamanan di wilayahnya, yaitu Maba, Weda, Patani, Gebe, Salawatti, Missol, Waiguna, Waigen, negeri-negeri di daratan Irian, Pulau Bo, Popa, Pulau Pisang, Matora, dan sebagainya.

Di sisi lain, Nuku terus mengadakan perlawanan terhadap Belanda di Ternate dan Tidore. Pada tahun 1783, Pata Alam menjalankan taktik untuk meraih loyalitas raja-raja Irian. Akan tetapi, usaha tersebut menemui kegagalan, sebab para utusan dengan pasukan mereka berbalik memihak Nuku.

Akhirnya, Pata Alam dituduh oleh Kompeni bersekongkol dengan Nuku. Pata Alam ditangkap dan rakyat pendukungnya dihukum.

Peristiwa ini sering disebut Revolusi Tidore (1783). Untuk mengatur kembali Tidore, pada tanggal 18 Oktober 1783, VOC mengangkat Kamaludin untuk menduduki takhta Tidore sebagai vasal VOC. Di sisi lain, usaha Nuku mengalami pasang surut.

Pada tahun 1794, gerakan tersebut menerima dukungan dari Inggris. Sekembalinya dari Sailan, Pangeran Jamaludin beserta angkatannya menggabungkan diri dengan Nuku. Pada tanggal 12 April 1797 Angkatan Laut Nuku muncul di Tidore.

Baca Juga: DIKSI

Hampir seluruh pembesar Tidore menyerah, kecuali Sultan Kamaludin berserta pengawalnya. Mereka menyerahkan diri ke Ternate. Tidore diduduki oleh Nuku hingga meninggal tanggal 14 November 1805 dan digantikan oleh Zaenal Abidin.