kerajaan kediri : Raja, Masa Kejayaan, Sejarah Dan Peninggalan

12 min read

Perkembangan, Peninggalan, Prasasti, Masa Kejayaan, Raja Dan Sejarah Kerajaan Kediri Dari Awal Sampai Runtuhnya

Perkembangan, Peninggalan, Prasasti, Masa Kejayaan, Raja Dan Sejarah Kerajaan Kediri Dari Awal Sampai Runtuhnya

Kali ini saya ingin membahas mengenai Kerajaan Kediri. Kerajaan Kediri merupakan salah satu Kerajaan Hindu yang terletak di tepi Sungai Brantas, Jawa Timur. Kerajaan yang berdiri pada era ke-12 ini merupakan pecahan dari Kerajaan Mataram Kuno. Raja pertamanya berjulukan Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabu yang menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.

Kerajaan Kadiri atau Kediri atau Panjalu, yaitu sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.

Sebenarnya kota Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan abreviasi dari Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042.

Hal ini sesuai dengan informasi dalam Serat Calon Arang bahwa, ketika tamat pemerintahan Airlangga, sentra kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah ke Daha.

Awal berdirinya kerajaan kediri

Kerajaan Kediri yaitu penerus dari Kerajaan Kahuripan dan pernah mencapai masa kejayaan di ketika kerajaan dipimpin oleh Airlangga. Oleh lantaran itu, para penguasa Kerajaan Kediri selanjutnya yaitu penerus dari Dinasti Isyana di Jawa. Pada tahun 1045, Airlangga membagi Kerajaan Kahuripan menjadi dua.

Airlangga membagi wilayah kerajaannya dikarenakan oleh perselisihan kedua putranya, Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan, mereka bersaing memperebutkan takhta kerajaan.

Dibagian barat Kerajaan diserahkan kepada Sri Samarawijaya yang menerima gelar Sri Samarawijaya Dharmasuparnawahana Teguh Uttunggadewa. Kerajaannya diberi nama Panjalu, dan sentra kerajaan di kota gres yang berjulukan Daha. Sedangkan Mapanji Garasakan menerima kerajaan disebelah timur.

Perkembangan, Peninggalan, Prasasti, Masa Kejayaan, Raja Dan Sejarah Kerajaan Kediri Dari Awal Sampai Runtuhnya

Kemudian kerajaannya berjulukan Janggala dan mempunyai sentra kerajaan di kota lama, yang berjulukan Kahuripan. Kemudian, Airlangga mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan menentukan hidup sebagai pertapa. Empat tahun kemudian, Airlangga meninggal.

Peristiwa pembagian kerajaan oleh Airlangga disebutkan dalam Nagarakretagama dan Serat Calon Arang. Prasasti Turun Hyang II (1044) juga menguatkan informasi ihwal pembagian kerajaan tersebut, dalam sejarah Kerajaan Kediri.

Dalam perjalanan sejarah Prasasti Turun Hyang II merupakan piagam legalisasi anugerah dari Mapanji Garasakan kepada penduduk Desa Turun Hyang lantaran mereka setia membantu Janggala melawan Panjalu. Oleh lantaran itu, Desa Turun Hyang ditetapkan sebagai sima swatantra atau perdikan (daerah yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak).

Kerajaan Panjalu kemudian lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Pada awal beridirinya, nama Panjalu atau Pangjalu lebih sering dipakai daripada nama Kadiri atau Kediri. Sebutan nama Panjalu mampu kita dijumpai di prasasti-prasasti yang dibentuk oleh raja-raja Kerajaan Kediri. Dalam kronik Cina yang berjudul Ling Wai Tai Ta (1178), nama Panjalu bahkan muncul dengan sebutan Pu-chia-lung.

Masa kejayaan kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga hampir ke seluruh kawasan Pulau Jawa. Selain itu, imbas Kerajaan Kediri juga hingga masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya.

Kejayaan pd ketika itu semakin besar lengan berkuasa ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang berjulukan Chou Ku-fei pd tahun 1178 M berisi ihwal Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri pimpinan Raja Sri Jayabaya. Bukan hanya kawasan kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni sastra yang ada di Kediri cukup menerima perhatian. Dgn demikian, Kerajaan Kediri semakin disegani pd masa itu.

Keruntuhan kerajaan Kediri

Keruntuhan kerajaan Kediri terjadi lantaran kontradiksi antara raja dengan Kaum Brahmana. Raja Kertajaya dianggap melanggar agama dengan memaksakan mereka menyembah kepadanya sebagai dewa. Kaum Brahmana meminta pertolongan kepada Ken Arok, pemimpin kawasan Tumapel yang ingin memisahkan diri dari Kediri.

Kemudian terjadilah perang antara rakyat Tumapel yang dipimpin Ken Arok dgn Kerajaan Kediri. Akhirnya pada tahun 1222 Masehi, Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya dan Kerajaan Kediri menjadi wilayah bawahan Tumapel atau Singhasari.

Sebagai pemimpin di Kerajaan Singhasari, Ken Arok mengangkat Jayasabha (putra Kertajaya) sebagai bupati Kediri. Jayasabha digantikan oleh putranya Sastrajaya pada tahun 1258. Kemudian Sastrajaya digantikan putranya Jayakatwang (1271).

Jayakatwang berusaha ingin membangun kembali Kerajaan Kediri dengan memberontak Kerajaan Singhasari yang dipimpin Kertanegara. Terbunuhlah Raja Kertanegara dan Kediri berhasil dibangun oleh Jayakatwang.

Namun, kerajaan Kediri tidak berdiri lama, Raden Wijaya (menantu Raja Kertanegara) berhasil meruntuhkan kembali Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Jayakatwang. Setelah itu, tidak ada lagi Kerajaan Kediri.

Raja-raja kerajaan Kediri :

Sejak pertama didirikan, kerajaan Kediri mempunyai banyak raja yang telah memimpinnya. Berikut yaitu raja-raja kerajaan Kediri :

  1. Sri Jayawarsa
    Sejarah ihwal raja Sri Jayawarsa ini hanya mampu diketahui dari prasasti Sirah Keting (1104 M). Pada masa pemerintahannya Jayawarsa memperlihatkan hadiah kepada rakyat desa sebagai tanda penghargaan, lantaran rakyat telah berjasa kepada raja. Dari prasasti itu diketahui bahwa Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya terhadap masyarakat dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
  2. Sri Bameswara
    Raja Bameswara banyak meninggalkan prasasti ibarat yang ditemukan di kawasan Tulung Agung dan Kertosono. Prasasti ibarat yang ditemukan itu lebih banyak memuat masalah-masalah keagamaan, sehingga sangat baik diketahui keadaan pemerintahannya.
  3. Prabu Jayabaya
    Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya. Strategi kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang sangat mengagumkan. Kerajaan yang beribu kota di Dahono Puro, bawah kaki Gunung Kelud, ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tumbuhan tumbuh menghijau.
    Hasil pertanian dan perkebunan berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga kuliner berprotein dan bergizi selalu tercukupi.
  4. Sri Sarwaswera
    Sejarah ihwal raja ini didasarkan pada prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161). Sebagai raja yang taat beragama dan berbudaya, Sri Sarwaswera memegang teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk yaitu engkau”.
    Menurut Prabu Sri Sarwaswera, tujuan hidup insan yang terakhir yaitu moksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar yaitu sesuatu yang menuju arah kesatuan, sehingga segala sesuatu yang menghalangi kesatuan yaitu tidak benar.
  5. Sri Aryeswara
    Berdasarkan prasasti Angin (1171), Sri Aryeswara yaitu raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.
    Tidak diketahui dengan niscaya kapan Sri Aryeswara naik tahta. peninggalan sejarahnya berupa prasasti Angin, 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada ketika itu Ganesha. Tidak diketahui pula kapan pemerintahannya berakhir. Raja Kediri selanjutnya menurut prasasti Jaring yaitu Sri Gandra.
  6. Sri Gandra
    Masa pemerintahan Raja Sri Gandra (1181 M) mampu diketahui dari prasasti Jaring, yaitu ihwal penggunaan nama binatang dalam kepangkatan ibarat seolah-olah nama gajah, kebo, dan tikus. Nama-nama tersebut memperlihatkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam istana.
  7. Sri Kameswara
    Masa pemerintahan Raja Sri Gandra mampu diketahui dari Prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradhana. Pada masa pemerintahannya dari tahun 1182 hingga 1185 Masehi, seni sastra mengalami perkembangan sangat pesat, diantaranya Empu Dharmaja mengarang kitab Smaradhana. Bahkan pada masa pemerintahannya juga dikeal cerita-cerita panji ibarat dongeng Panji Semirang.
  8. Sri Kertajaya
    Berdasarkan prasasti Galunggung (1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton, pemerintahan Sri Kertajaya berlangsung pada tahun 1190 hingga 1222 Masehi.
    Peniggalan kerajaan Kediri :
    Hasil gambar untuk candi penataran
    Kerajaan kutai mempunyai banyak peninggalan sejarah, berikut peninggalan sejarah kerajaan kutai :
    Candi Penataran
    Candi Tondowongso
    Candi Gurah
    Candi Mirigambar
    Candi Tuban
    Prasasti Kamulan
    Prasasti Galunggung
    Prasasti Jaring
    Prasasti Panumbangan
    Prasasti Talan
    Prasasti Sirah Keting
    Prasasti Kertosono
    Prasasti Ngantang
    Prasasti Padelegan
    Prasasti Ceker
    Kitab Kakawin Bharatayudha
    Kitab Kresnayana
    Kitab Sumarasantaka
    Kitab Gatotkacasraya
    Kitab Smaradhana

Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan perintah Raja Airlangga yang membagi kerajaan menjadi dua bagian, yakni Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas.

Tujuannya supaya tidak ada pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas Malang dan Delta Sungai Brantas dengan pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, Ibu Kotanya Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu (Kediri) meliputi, Kediri, Madiun, dan Ibu Kotanya Daha.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri

Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri dibutuhkan mampu membantu memperlihatkan lebih banyak informasi ihwal kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri. Arca yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka lantaran untuk pertama kalinya ditemukan patung Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.

Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal dengan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan menjadi dua biar tidak terjadi pertikaian.

Kerajaan Jenggala mencakup kawasan Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri mencakup Kediri, Madiun, dan ibu kotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.

Pada tamat November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya lantaran kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang berjulukan Sri Samarawijaya menerima kerajaan barat berjulukan Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang berjulukan Mapanji Garasakan menerima kerajaan timur berjulukan Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan. Panjalu mampu dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap menggunakan lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha.

Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan menguasai seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak menjelaskan ihwal kerajaan Kediri yaitu hasil karya berupa kitab sastra. Hasil karya sastra tersebut yaitu kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan ihwal kemenangan Kediri/Panjalu atas Jenggala.

Kerjaan Kediri

Perkembangan Kerajaan Kediri

Dalam perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi besar, sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala ditaklukkan oleh Kediri.

Akan tetapi hilangnya jejak Jenggala mungkin juga disebabkan oleh tidak adanya prasasti yang ditinggalkan atau belum ditemukannya prasasti yang ditinggalkan Kerajaan Jenggala. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat jatuh ketika Raja Kertajaya (1185-1222) berselisih dengan golongan pendeta. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Akuwu Tumapel Tunggul Ametung.

Namun kemudian kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan Kediri inilah Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di bawah kekuasaan Singasari. Ketika Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara (1268 1292), terjadilah pergolakan di dalam kerajaan.

Jayakatwang, raja Kediri yang selama ini tunduk kepada Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep (Madura) untuk menjatuhkan Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil mengalahkan Kertanegara dan membangun kembali kejayaan Kerajaan Kediri.

· Aspek Kehidupan Kerajaan Kediri

Adapun kehidupan politik, agama, ekonomi, sosial dan budaya pada masa Kerajaan Kediri yaitu sebagai berikut :

Kehidupan Politik Kerajaan Kediri

Raja pertama Kediri yaitu Samarawijaya. Selama menjadi Raja Kediri, Samarawijaya selalu berrselisih paham dengan saudaranya, Mapanji Garasakan yag berkuasa di Jenggala. Keduanya merasa berhak atas seluruh takhta Raja Airlangga (Kerajaan Medang Kamulan) yang mencakup hampir seluruh wilayah Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Akhirnya perselisihan tersebut menimbulkan perang saudara yang berlangsung hingga tahun 1052. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Samarawijaya dan berhasil menaklukan Jenggala.

Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Jayabaya. Saat itu wilayah kekuasaan Kediri mencakup seluruh bekas wilayah Kerajaan Medang Kamulan. Selama menjadi Raja Kediri, Jayabaya berhasil kembali menaklukan Jenggala yanga sempat memberontak ingin memisahkan diri dari Kediri. Keberhasilannya tersebut diberitakan dalam prasasti Hantang yang beraangka tahun 1135.

Prasasti ini memuat goresan pena yang berbunyi Panjalu jayati yang artinya Panjalu menang. Prasasti tersebut dikeluarkan sebagai piagam legalisasi anugerah dari Jayabaya untuk penduduk Desa Hantang yang setia pada Kediri selam perang melawan Jenggala.

Sebagai kemenangan atas Jenggala, nama Jayabaya diabadikan dalam kitab Bharatayuda. Kitab ini merupakn kitab yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Bharatayuda memuat kisah perang perbutan takhta Hastinapura antara keluarga Pandhawa daan Kurawa.

Sejarah pertikaian anatar Panjalu dan Jenggala ibarat dengan kisah tersebut sehingga kitab Bharatayuda dianggap sebagai legitimasi (klaim) Jayabaya untuk memperkuat kekuasaannya atas seluruh wilayah bekas Kerajaan Medang Kamulan.

Selain itu, untuk memperlihatkan kebesaran dan kewibawaan sebagai Raja Kediri, Jayabaya menyatakan dirinya sebagai keturunan Airlangga dan titisan Dewa Wisnu. Selanjutnya ia mengenakan lencana narasinga sebagai lambang Kerajaan Kediri.

Pada masa pemerintahan Ketajaya Kerajaan Kediri mulai mengalami kemunduran. Raja Kertajaya menciptakan kebijakan yang tidak terkenal dengan mengurangi hak-hak brahmana. Kondisi ini menimbulkan banyak brahmana yang mengungsi ke wilayah Tumapel yang dkuasai oleh Ken Arok. Melihat insiden ini Kertajaya menetapkan untuk menyerang Tumapel. Akan tetapi pertempuran di Desa Ganter, pasukan Kediri mengalami kekalahan dan Kertajaya terbunuh. Sejak ketika itu Kerajaan Kediri berakhir dan kedudukannya digantikan oleh Singasari.

Kehidupan Agama Kerajaan Kediri

Masyarakat Kediri mempunyai kehidupan agama yang sangat religius. Mereka menganut aliran agama Hindu Syiwa. Hal ini terlihat dari aneka macam peninggalan arkeolog yang ditemukan di wilayah Kediri yakni berupa arca-arca di candi Gurah dan Candi Tondowongso. Arca-arca tersebut memperlihatkan latar belakang agama Hindu Syiwa. Para penganut agama Hindu Syiwa menyembah Dewa Syiwa, lantaran merekaa mempercayai bahwa Dewa Syiwa mampu bermetamorfosis menjadi Syiwa Maha Dewa (Maheswara), Dewa Maha Guru, dan Makala. Salah satu pemujaan yang dilakukan pendeta yaitu dengan mengucapkan mantra yang disebut Mantra Catur Dasa Syiwa atau empat belas wujud Syiwa.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kediri

Perekonomian di Kediri bertumpu pada sektor pertanian dan perdagangan. Sebagai kerajaan agraris, Kediri mempunyai lahan pertanian yang baik di sekitar Sungai Brantas. Pertanian menghasilkan banyak beras dan menjadikannya komoditas utama perdagangan. Sektor perdagangan Kediri dikembangkan melalui jalur pelayaran Sungai Brantas. Selain beras, barang-barang yang diperdagangkan di Kediri antara lian emas, perak, kayu cendana, rempah-rempah, dan pinang.

Pedagang Kediri mempunyai kiprah penting dalam perdagangan di wilyah Asia. Mereka memperkenalkan rempah-rempah diperdagangan dunia. Mereka membawa rempah-rempah ke sejumlah Bandar di Indonesia pecahan barat, yaitu Sriwijay daan Ligor. Selanjutnya rempah-rempah dibawa ke India, Teluk Persia, Luat Merah. Komoditas ini kemudian diangkut oleh kapal-kapal Venesia menuju Eropa. Dengan demikian, melalui Kediri wilayah Maluku mulai dikenal dalam kemudian lintas perdagangan dunia.

Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Kediri

Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya, struktur pemerintahan Kerajaan Kediri sudah teratur. Berdasarkan kedudukannya dalam pemerintahan, masyarakat Kedri dibedakan menjadi tiga golongan sebagai berikut :

  1. Golongan masyarakat sentra (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
  2. Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilyah thani (daerah).
  3. Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan kekerabatan dengan pemerintah secara resmi.

Kehidupan budaya Kerajaan Kediri terutama dalam bidang sastra berkembang pesat. Pada masa pemerintahan Jayabaya kitab Bharatayuda berhasil digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Selain itu Mpu Panuluh menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasrayaa. Selanjutnya pada masa pemerintahan Kameswara muncul kitab Smaradhahana yang ditulis oleh Mpu Dharmaja serta kirab Lubdaka dan Wertasancaya yang ditulis oleh Mpu Tanakung. Pada masa pemerintahan Kertajaya terdapat Pujangga berjulukan Mpu Monaguna yang menulis kitab Sumansantaka dan Mpu Triguna yang menulis kitab Kresnayana.

Raja – Raja yang Pernah Memerintah Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri yang termasyhur pernah diperintah 8 raja dari awal berdirinya hingga masa keruntuhan kerajaan ini. Dari kedelapan raja yang pernah memerintah kerajaan ini yang mampu membawa Kerajaan Kediri kepada masa keemasan yaitu Prabu Jayabaya, yang sangat terkenal hingga ketika ini.

Adapun 8 Raja Kediri tersebut urutannya sebagai berikut :

Sri Jayawarsa

Sejarah ihwal raja Sri Jayawarsa ini hanya mampu diketahui dari prasasti Sirah Keting (1104 M). Pada masa pemerintahannya Jayawarsa memperlihatkan hadiah kepada rakyat desa sebagai tanda penghargaan, lantaran rakyat telah berjasa kepada raja. Dari prasasti itu diketahui bahwa Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya terhadap masyarakat dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

Sri Bameswara

Raja Bameswara banyak meninggalkan prasasti ibarat yang ditemukan di kawasan Tulung Agung dan Kertosono. Prasasti ibarat yang ditemukan itu lebih banyak memuat masalah-masalah keagamaan, sehingga sangat baik diketahui keadaan pemerintahannya.

Prabu Jayabaya

Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya. Strategi kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang sangat mengagumkan. Kerajaan yang beribu kota di Dahono Puro, bawah kaki Gunung Kelud, ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tumbuhan tumbuh menghijau.

Hasil pertanian dan perkebunan berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga kuliner berprotein dan bergizi selalu tercukupi. Hasil bumi itu kemudian diangkut ke kota Jenggala, erat Surabaya, dengan naik bahtera menelusuri sungai.

Roda perekonomian berjalan lancar, sehingga Kerajaan Kediri benar-benar mampu disebut sebagai negara yang “Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Karta Raharja”. Prabu Jayabaya memerintah antara tahun 1130 hingga 1157 Masehi. Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dalam hal aturan dan pemerintahan tidak tanggung-tanggung.

Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan Prabu Jayabaya layak dikenang sepanjang masa. Jika rakyat kecil hingga ketika ini ingat kepada beliau, hal itu memperlihatkan bahwa pada masanya berkuasa tindakan dia yang selalu bijaksana dan adil terhadap rakyat.

Sri Sarwaswera

Sejarah ihwal raja ini didasarkan pada prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161). Sebagai raja yang taat beragama dan berbudaya, Sri Sarwaswera memegang teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk yaitu engkau”.

Menurut Prabu Sri Sarwaswera, tujuan hidup insan yang terakhir yaitu moksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar yaitu sesuatu yang menuju arah kesatuan, sehingga segala sesuatu yang menghalangi kesatuan yaitu tidak benar.

Sri Aryeswara

Berdasarkan prasasti Angin (1171), Sri Aryeswara yaitu raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.

Tidak diketahui dengan niscaya kapan Sri Aryeswara naik tahta. peninggalan sejarahnya berupa prasasti Angin, 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada ketika itu Ganesha. Tidak diketahui pula kapan pemerintahannya berakhir. Raja Kediri selanjutnya menurut prasasti Jaring yaitu Sri Gandra.

Sri Gandra

Masa pemerintahan Raja Sri Gandra (1181 M) mampu diketahui dari prasasti Jaring, yaitu ihwal penggunaan nama binatang dalam kepangkatan ibarat seolah-olah nama gajah, kebo, dan tikus. Nama-nama tersebut memperlihatkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam istana.

Sri Kameswara

Masa pemerintahan Raja Sri Gandra mampu diketahui dari Prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradhana. Pada masa pemerintahannya dari tahun 1182 hingga 1185 Masehi, seni sastra mengalami perkembangan sangat pesat, diantaranya Empu Dharmaja mengarang kitab Smaradhana. Bahkan pada masa pemerintahannya juga dikeal cerita-cerita panji ibarat dongeng Panji Semirang.

Sri Kertajaya

Berdasarkan prasasti Galunggung (1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton, pemerintahan Sri Kertajaya berlangsung pada tahun 1190 hingga 1222 Masehi.

Raja Kertajaya juga dikenal dengan sebutan “Dandang Gendis”. Selama masa pemerintahannya, kestabilan kerajaan menurun. Hal ini disebabkan Kertajaya ingin mengurangi hak-hak kaum Brahmana.

Keadaan ini ditentang oleh kaum Brahmana. Kedudukan kaum Brahmana di Kerajaan Kediri waktu itu semakin tidak aman. Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta pemberian ke Tumapel yang ketika itu diperintah oleh Ken Arok.

Mengetahui hal ini Raja Kertajaya kemudian mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Sementara itu Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana melaksanakan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu bertemu di erat Ganter (1222 M)

Sumber Sejarah Kerajaan Kediri

Adapun sumber sejarah Kerajaan Kediri berasal dari beberapa prasasti dan informasi gila sebagai berikut :

a) Prasasti Sirah Keting (1104 M), yang memuat ihwal pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh Raja Jayawarsa.

b) Prasasti yang ditemukan di Tulungagung dan Kertosono, yang berisi problem keagamaan, diperkirakan berasal dari Raja Bameswara tahun 1117 – 1130 M.

c) Prasasti Ngantang (1135 M), yang menyebutkan ihwal Raja Jayabaya yang memperlihatkan hadiah kepada rakyat Desa Ngantang sebidang tanah perdikan yang bebas dari pajak.

d) Prasasti Jaring (1181 M) dari Raja Gandra yang memuat ihwal sejumlah nama hewan, ibarat kebo waruga dan tikus finada.

e) Prasasti Kamulan (1194 M), yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Raja Kertajaya, Kerajaan Kediri telah berhasil mengalahkan musuh yang memusuhi istana di Katang-katang.

f) Berita Asing

g) Berita gila ihwal Kerajaan kediri sebagian besar diperoleh dari informasi Cina. Berita Cina ini merupakan kumpulan dongeng dari para pedagang Cina yang melaksanakan acara perdagangan di Kerajaan Kediri, ibarat Chu Fan Chi karangan Chu Ju Kua (1220 M). h) Buku ini banyak mengambil dongeng dari buku Ling Wai Tai Ta (1778 M) karangan Chu Ik Fei. Kedua buku tersebut mengambarkan keadaan Kerajaan Kediri pada era ke-12 dan 13 Masehi. ·

Runtuhnya Kerajaan Kediri

Kertajaya yaitu raja terakhir kerajaan Kediri. Ia menggunakan lencana Garuda Mukha ibarat Ria Airlangga, sayangnya ia kurang bijaksana, sehingga tidak disukai oleh rakyat terutama kaum Brahmana. Dalam masa pemerintahannya, terjadi kontradiksi antara dirinya dan para Brahmana hal inilah jadinya menjadi penyebab berakhirnya Kerajaan Kediri.

Pertentangan itu disebabkan Kertajaya dianggap telah melanggar budpekerti dan memaksa kaum brahmana menyembahnya sebagai Dewa. Para Brahmana kemudian meminta proteksi pada Ken Arok di Singosari. Kebetulan Ken Arok juga berkeinginan memerdekakan Tumapel (Singosari) yang dulunya merupakan bawahan Kediri.

Tahun 1222 pecahlah pertempuran antara prajurit Kertajaya dan pasukan Ken Arok di desa Ganter. Dalam peperangan ini, pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan prajurit Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kediri, yang semenjak ketika itu menjadi bawahan Kerajaan Singosari. Runtuhnya kerajan Panjalu-Kediri pada masa pemerintahan Kertajaya dikisahkan dalam Kitab Pararaton dan Kitab Negarakertagama.

Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kediri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Kerajaan Singosari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai Bupati Kediri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang berjulukan Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan oleh putranya , yaitu Jayakatwang.

Tahun 1292 Jayakatwang menjadi bupati geleng-geleng. Selama menjadi bupati, Jayakatwang memberontak terhadap Singosari yang dipimpin oleh Kertanegara, lantaran dendam di masa kemudian dimana leluhurnya yaitu Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok.

Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kediri, namun hanya bertahan satu tahun. Hal itu terjadi lantaran adanya serangan adonan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.

Baca Juga: Kerajaan Demak

Demikian yaitu informasi mengenai kerajaan kutai yang mampu saya berikan. Semoga informasi ini mampu bermanfaat bagi para pembaca. Terimakasih.